Temuan Kasus Proyek Wisata Hibisc Fantasy Puncak di Atas Lahan PTPN VIII

Hibisc Fantasy Puncak
Hibisc Fantasy Puncak
0 Komentar

Ia kemudian memaparkan bahwa dari perspektif hukum, proyek ini berpotensi melanggar beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:

1. Undang-Undang Keuangan Negara (UU No. 17 Tahun 2003). Sebagai BUMD, PT Jaswita mengelola aset daerah yang termasuk dalam ruang lingkup keuangan negara. Jika proyek ini tidak memberikan manfaat finansial yang jelas bagi daerah, maka ada potensi pelanggaran terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas keuangan negara.

2. Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU No. 23 Tahun 2014) pada Pasal 331 menyatakan bahwa BUMD harus beroperasi berdasarkan prinsip ekonomi dan akuntabilitas. Jika PT Jaswita hanya menjadi perantara tanpa peran bisnis yang jelas, maka hal ini bertentangan dengan prinsip tata kelola yang baik (Good Corporate Governance).

Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan

3. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001), jika ditemukan unsur penyalahgunaan wewenang atau pengelolaan keuangan daerah yang merugikan negara, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor mengatur bahwa perbuatan yang merugikan keuangan negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu dapat dipidana. Jika ada penyalahgunaan aset daerah, maka tindakan ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara.

4. Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan (UU No. 15 Tahun 2006) karena sebagai auditor utama keuangan negara, BPK memiliki kewenangan untuk mengaudit kerja sama ini. Jika ada indikasi penyimpangan, maka audit investigatif diperlukan untuk memastikan tidak ada kerugian negara atau daerah.

Iskandar Sitoru mengatakan, berdasarkan fakta yang tersedia, proyek ini memiliki beberapa indikator yang dapat mengarah pada dugaan fraud, di antaranya:

  • Pelanggaran hukum (Unlawful Act), jika proyek ini tidak memiliki izin alih fungsi lahan dan melanggar tata ruang.
  • Fraud (Kecurangan), jika ada upaya menyembunyikan fakta atau memanipulasi perizinan demi kepentingan tertentu.
  • Abuse of Power (Penyalahgunaan Wewenang), jika ada pejabat yang memanfaatkan jabatannya untuk meloloskan proyek ini tanpa prosedur yang sah.
  • Conflict of Interest (Konflik Kepentingan), jika proyek ini menguntungkan pihak tertentu secara pribadi, tanpa manfaat bagi keuangan daerah.
  • Maladministrasi, jika proyek ini dilakukan dengan prosedur yang tidak sesuai dengan tata kelola perusahaan yang baik.
0 Komentar