Banjir ini juga mengakibatkan hampir seluruh wilayah Gunung Sahari terendam, kecuali sedikit di depan Gang Kemayoran. Untuk menuju Senen, orang harus berenang hingga wilayah Kalilio (jalan ini masih ada hingga sekarang dan terletak di samping terminal Senen). Sampai di Kalilio air terlihat setinggi 50 cm. Gedung kantor Marine menjadi tempat pengungsian warga pribumi dari Gang Chambon.
Sementara, di wilayah Batavia bagian barat, banjir terjadi akibat jebolnya bendungan Kali Grogol. Beberapa kampung seperti Kampung Tambora, Suteng, Kampung Klenteng, Kapuran berubah menjadi empang. Satu-satunya sarana transportasi yang dapat digunakan adalah sampan dan perahu kecil.
Kondisi serupa terjadi di wilayah Kampung Pesayuran dan Kebon Jeruk. Perahu bahkan bisa berjalan di gang-gang yang biasanya digunakan sebagai jalan kereta kuda. Akhir Februari 1918, banjir mulai surut. Keadaan Batavia berangsur-angsur normal kembali.
Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan
Belajar dari pengalaman itu, pemerintahan kolonial Hindia Belanda mulai melakukan berbagai pembenahan sistem pengendali banjir. Selain membangun beberapa infrastruktur baru, proyek pembangunan Kali Grogol, dan Pintu Air Manggarai yang dilengkapi dengan saluran Kanal Banjir Barat diteruskan kembali.
Rencana itu datang dari Herman van Breen, seorang insinyur hidrologi yang bekerja pada Burgelijke Openbare Werken (BOW). Rencana van Breen saat itu cukup sederhana, yaitu memecah aliran sungai yang masuk Batavia melalui sebelah kiri dan kanan Batavia sehingga aliran air tidak ada yang masuk tengah kota. Atas dasar rencana itulah pada tahun 1922 dimulai pembangunan Kanal Banjir Barat setelah sebelumnya membangun Pintu Air Manggarai.
Kanal Banjir Manggarai-Karet atau sekarang dikenal dengan Kanal Banjir Barat dibangun dalam 2 tahap. Tahap pembangunan pertama dimulai dari Pintu Air Manggarai menuju arah barat melewati Pasar Rumput, Dukuh Atas, lalu membelok ke arah barat laut di daerah Karet.
Tahap kedua dibangun setelah BOW mendapat bantuan dana dari pemerintah, dibangun dari Karet menuju ke arah Tanah Abang, Tomang, Grogol, Pademangan, dan berakhir di sebuah reservoar di muara, di daerah Pluit.
Dipilihnya Manggarai sebagai awal dari Banjir kanal ini karena letak Manggarai yang merupakan batas kota di sebelah selatan dan dianggap aman dari banjir yang bisa memudahkan pengendalian air saat musim hujan.