Banjir yang Diprediksi Raja Purnawarman Era Tarumanegara Jadi Takdir Sejarah hingga Kini di Jabodetabek

Kondisi Banjir daerah Bekasi dari pantauan udara Polri, Rabu (5/3/2025). FOTO/Dok. Polri
Kondisi Banjir daerah Bekasi dari pantauan udara Polri, Rabu (5/3/2025). FOTO/Dok. Polri
0 Komentar

Namun yang terjadi sebaliknya. Aktivitas manusia-manusia di megahnya metropolitan justru mempercepat – bahkan mengundang – datangnya bencana. Tak diragukan lagi, banjir justru hari ini tak bisa semata-mata dipandang sebagai imbas dari hujan deras semalam suntuk.

Sementara itu, Greenpeace Indonesia menilai perubahan fungsi lahan yang serampangan, dilengkapi lambatnya respons pemerintah daerah terhadap peringatan dini cuaca ekstrem, menjadi penyebab utama bencana banjir di Jabodetabek.

Data dari Kementerian Kehutanan menunjukkan, area terbangun di tahun 2022 mencakup 42 persen dari total luas daerah aliran sungai (DAS) Kali Bekasi, yang melalui daerah-daerah seperti Cibinong, Gunung Putri, Cileungsi, dan Sentul, serta kediaman Presiden Prabowo Subianto di Hambalang, Kabupaten Bogor.

Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan

Jumlah ini meningkat drastis dari proporsi 5,1 persen area terbangun di tahun 1990. Perubahan fungsi lahan ini mengurangi kemampuan penyerapan air, sehingga limpahan air ke sungai menjadi sangat besar melebihi kapasitasnya, dan kemudian mengakibatkan sungai meluap ke daerah permukiman di Bekasi, yang berada di lokasi yang lebih rendah. Menurut catatan Greenpeace Indonesia, kini, lahan hutan di wilayah DAS Kali Bekasi hanya tersisa sekitar 1.700 hektar atau kurang dari 2 persen luas wilayah DAS.

Juru Kampanye Sosial dan Ekonomi Greenpeace Indonesia, Jeanny Sirait, mengatakan bahwa eksploitasi alam dan pembangunan yang serampangan di wilayah DAS Kali Bekasi seharusnya bisa dicegah jika pemerintah daerah melakukan pembatasan izin. Selain itu, pemerintah daerah harus lebih sigap merespons peringatan cuaca dini yang diberikan oleh BMKG, sebagai upaya mitigasi bencana.

Jeanny mendorong pemerintah daerah Jabodetabek meningkatkan mitigasi dan adaptasi krisis iklim dibanding mengeluarkan solusi palsu seperti modifikasi cuaca yang hanya akan bertahan sementara. Menurutnya, pemerintah daerah seharusnya fokus untuk merancang kota yang tahan iklim, serta mempersiapkan warga dalam menghadapi dampak krisis iklim.

“Pemerintah daerah pun harus memastikan upaya mitigasi dan adaptasi dampak krisis iklim dapat dilakukan oleh masyarakat dengan dukungan penuh negara, terutama bagi komunitas terdampak seperti rakyat miskin kota, masyarakat di wilayah pedesaan, warga pesisir dan pulau-pulau kecil,” ujar Jeanny lewat keterangan tertulis, Kamis.

0 Komentar