Yang juga membuatnya prihatin adalah sejumlah korban pernah mengalami kasus serupa. “Dari total sekitar 6.800 kasus yang ditangani sejak 2020, kami mencatat ada kasus berulang. Ada beberapa WNI yang kita tangani, dipulangkan, berangkat lagi bekerja di sektor itu,” jelas Judha.
Lebih jauh Judha menjelaskan, online scam terkait erat dengan judi online. Jika online scam menurutnya semua negara pasti melarang, beda halnya dengan judi online yang di beberapa negara memang legal.
Terlepas dari adanya fakta bahwa tidak semua korban judi online dan online scam yang melibatkan WNI merupakan korban tindak pidana perdagangan orang TPPO, Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, saat ini telah terjadi perluasan korban perdagangan orang.
Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan
“Kalau dulu, wajah korban perdagangan manusia biasanya adalah perempuan dari daerah miskin, yang ekonominya rendah. Sekarang meluas wajahnya, menjadi orang muda, bahkan sarjana lulusan perguruan tinggi,“ kata Wahyu.
Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan di mana kasus perdagangan orang tumbuh subur karena belum adanya platform bersama ASEAN untuk melindungi para pekerja migran, salah satu kelompok yang paling sering menjadi korban TPPO.
Menurut PBB, ratusan ribu orang telah diperdagangkan ke Myanmar, Kamboja dan Laos dari seluruh dunia. Banyak dari mereka tergiur dengan janji pekerjaan kantoran yang nyaman, namun setelah tiba malah ditahan di luar keinginan mereka dan dipaksa mendapatkan penghasilan dengan melakukan penipuan online, yang menargetkan korban secara global.
Penelitian yang dilakukan oleh US Institute of Peace memperkirakan penipuan ini menghasilkan pendapatan global sebesar $63,9 miliar per tahun, yang sebagian besar — sekitar $39 miliar — dihasilkan di Kamboja, Myanmar, dan Laos.
Menurut lembaga pemikir terkemuka di Amerika Serikat, Council on Foreign Relations, Beberapa kelompok kriminal terorganisasi, sebagian besar berasal dari China, mengoperasikan pusat-pusat penipuan dunia maya di seluruh Asia Tenggara, terutama di negara-negara miskin seperti Kamboja, Laos, dan Myanmar.
Penipuan yang mereka lakukan biasanya merupakan upaya untuk menipu korban yang tidak sadar di seluruh dunia agar mengeluarkan tabungan mereka. Banyak kelompok kejahatan terorganisasi datang ke negara-negara ini setelah Beijing memulai tindakan keras antikorupsi terhadap perjudian lintas batas ilegal dan pencucian uang di Makau, wilayah administratif khusus China yang terletak di pantai selatannya.