Indonesia Hadapi Deflasi Tahunan Pertama Sejak Tahun 2000

Pedagang cabai dan bumbu dapur di Pasar Blauran, Salatiga. (Foto: Dekan)
Pedagang cabai dan bumbu dapur di Pasar Blauran, Salatiga. (Foto: Dekan)
0 Komentar

“Karena kita sudah lihat bahwa tarif listrik merupakan yang terbesar, maka menjadi relevan dengan diskon tarif listrik yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam dua bulan terakhir. Karena dengan adanya diskon tarif listrik ini artinya pengeluaran masyarakat untuk pembayaran tarif listrik akhirnya lebih rendah. Jadi ketika dia lebih rendah akhirnya ter-capture oleh BPS dan mencatat perubahan harga konsumen itu lebih rendah. Makanya, munculnya fenomena deflasi,” ungkap Yusuf.

Meski begitu, Yusuf masih meragukan bahwa fenomena deflasi kali ini sebagai tanda melemahnya daya beli masyarakat. Pasalnya, menurutnya, inflasi inti masih terjaga. “Jadi hanya dari indikator inflasi inti saja, sebenarnya kita bisa mengambil kesimpulan bahwa setidaknya untuk Februari daya beli masyarakat itu sebenarnya masih ada, karena permintaan terhadap beberapa produk barang dan jasa masih dilakukan oleh masyarakat,” jelasnya.

Yusuf menuturkan untuk memastikan apakah ada perubahan daya beli masyarakat beberapa indikator ekonomi lain harus dipertimbangkan.

Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan

“Kita juga perlu melihat indikator lain yang memang bisa saja berpotensi menekan daya beli masyarakat. Kalau kita perhatikan misalnya PHK yang terjadi di beberapa bulan terakhir, itu juga bisa juga mempengaruhi daya beli masyarakat secara umum. Tetapi untuk sampai mengambil kesimpulan bagaimana dampak PHK saya kira kita perlu melihat data lain yang belum dirilis seperti penjualan riil. Apabila penjualan riil di Februari mengalami penurunan, maka indikator terkait pelemahan daya beli perlu diwaspadai oleh pemerintah secara umum,” tegasnya.

Peneliti Next Policy Shofie Azzahrah mengatakan faktor diskon tarif listrik 50 persen tidak bisa dianggap sebagai faktor utama deflasi. Menurutnya, deflasi terjadi bukan hanya terjadi akibat satu kebijakan yang bersifat jangka pendek.

“Melainkan bisa mencerminkan tren ekonomi yang telah terjadi dalam periode yang panjang. Kalau kita ingat, pada 2024 BPS dan BI menyatakan bahwa Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut, dari Mei-September. Periode ini terjadi jauh sebelum kebijakan diskon tarif listrik yang diberlakukan pada awal tahun 2025, yaitu Januari dan Februari. Jadi, hal ini menunjukkan bahwa deflasi ini bukan semata-mata karena faktor kebijakan (diskon tarif) listrik saja yang baru diterapkan oleh pemerintah, tapi ada indikasi tren penurunan harga yang lebih luas dan sudah terjadi sejak tahun sebelumnya,” ungkap Shofie.

0 Komentar