Eksepsi Tom Lembong Sebut Banyak Kejanggalan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Sidang perdana Tom Lembong kasus dugaan korupsi terkait importasi gula/Ist
Sidang perdana Tom Lembong kasus dugaan korupsi terkait importasi gula/Ist
0 Komentar

Surat dakwaan dianggap tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap, lantaran JPU menggunakan HPP dalam menyimpulkan adanya kemahalan harga beli dan selisih keuntungan yang diterima 9 perusahaan swasta dari hasil jual-beli GKP dengan PT PPI.

Padahal, sesuai Pasal 1 angka 2 Permendag 35/2015 dan Permendag 42/2016, HPP hanya berlaku di tingkat petani, sedangkan dari awal JPU telah mengetahui kedudukan sembilan perusahaan swasta yang merupakan importir dan produsen gula, bukan berkedudukan sebagai petani.

“Selain itu, surat dakwaan JPU senyatanya tidak mencantumkan dasar hukum atau peraturan perundang-undangan yang relevan dalam menggunakan HPP dalam perkara a quo, dan JPU juga tidak menguraikan tahun realisasi pembelian GKP oleh PT PPI kepada sembilan perusahaan swasta,” kata kuasa hukum Tom Lembong.

Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan

Terakhir, surat dakwaan dianggap tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap karena tidak menguraikan peristiwa dugaan Tipikor dalam kegiatan importasi gula di Kemendag sejak 2015-2023 sebagaimana Surat Perintah Penyelidikan, Surat Perintah Penyidikan, Surat Penetapan Tersangka, dan Surat Penetapan Penahanan yang menjadi satu-kesatuan dengan surat dakwaan.

Bahwa dalam surat dakwaannya, JPU hanya menguraikan peristiwa dugaan tindak pidana a quo yang terjadi pada 2015-2016, sehingga surat dakwaan harus batal demi hukum.

Menurut kuasa hukum Tom Lembong, objek perkara dalam dakwaan JPU merupakan kebijakan menteri yang dilindungi UU 30/2014 tentang Administrasi Negara. Aturan itu memberikan kewenangan kepada pejabat negara dalam hal ini menteri perdagangan.

Penilaian terhadap kebijakan yang dikeluarkan Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan harus mengikuti norma hukum, yang secara khusus telah diatur sebagaimana dalam UU Administrasi Negara.

“Apa yang menjadi dakwaan Jaksa hari ini bisa disebut sebagai kriminalisasi hukum, terutama terkait dengan kebijakan Menteri Perdagangan. Jika kriminalisasi seperti ini terus berlanjut, maka jangan heran jika akan muncul ketidakpastian hukum, baik yang terjadi saat ini, maupun di hari yang akan datang. Bahkan, kriminalisasi hukum ini kelak akan dijadikan alat untuk menghabisi lawan politik,” tegas Ari Yusuf Amir.

“Berangkat dari fakta hukum di atas, secara terang benderang membuktikan bahwa dakwaan JPU terhadap TTL dalam kasus ini sama sekali tidak berdasar dan mengada-ada. Kasus ini adalah bentuk rekayasa hukum yang dituduhkan kepada TTL karena perbedaan haluan politik. Oleh karena itu, pengadilan harus segera membebaskan TTL. Memulihkan statusnya sebagai warga negara yang merdeka dan dilindungi hukum,” sambung Ari Yusuf menutup.

0 Komentar