Makam Kuno Saksi Bisu Perang Diponegoro di Desa Bumiharjo, Gondowati Pasukan Elit Perempuan Mataram

Makam kramat Gumuk, Dukuh Sodong Desa Bumiharjo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang, terdapat makam kuno ya
Makam kramat Gumuk, Dukuh Sodong Desa Bumiharjo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang, terdapat makam kuno yang diyakini merupakan pasukan elit perempuan Mataram yang membantu pertempuran Pangeran Diponegoro melawan Belanda
0 Komentar

Dalam Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785-1855 (2011: 90), Carey menjelaskan bahwa prajurit estri juga digunakan untuk menyebut satuan kawal istimewa yang dimiliki Kesultanan Yogyakarta pada abad ke-18. Satuan ini berdiri di bawah komando Ratu Ageng, istri Sultan Hamengkubuwono I sekaligus nenek buyut Pangeran Diponegoro. Satuan kawal yang sama juga ditemukan di Keraton Surakarta dan Mangkunegaran pada abad-19.

“Empat puluhan perempuan duduk berbaris langsung di bawah takhta dan benar-benar bersenjata lengkap: berikat pinggang dengan sebilah keris diselipkan di sana, masing-masing memegang sebilah pedang atau sepucuk bedil […] harus diakui bahwa mereka pasukan kawal yang mengagumkan,” tulis Carey yang mengutip surat seorang pengusaha partikelir Belanda bernama J.D. Boutet.

Pada tahun 1809, kesatuan kawal perempuan dikisahkan pernah memukau Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels saat berkunjung ke Yogyakarta. Hajatan megah yang diikuti acara rampong macan(mengeroyok macan), pesta kembang api, dan tari-tarian itu melibatkan empat puluh orang anggota prajurit estri yang bersenjata tombak dan senapan. Mereka disebut-sebut sebagai perempuan pilihan kesayangan Sultan.

Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan

“Pertunjukan tournament itu dilakukan dengan menunggang kuda di alun-alun selatan, karena Daendels kemudian menyebut betapa terkesan dia dengan cara pasukan kawal perempuan itu menangani bedil mereka sambil menunggang kuda,” imbuh Carey.

Meski dianggap sekadar pameran keraton, keberadaan prajurit estrihampir selalu mengundang rasa kagum orang-orang Eropa di Jawa kala itu. Saking langkanya pemandangan perempuan memanggul senjata dan ambil bagian dalam arak-arakan kerajaan, mereka lantas disamakan dengan perempuan-perempuan perkasa dari mitologi Yunani yang berjulukan Amazon.

Keberadaan perempuan prajurit dalam lingkaran kerajaan tradisional lama-kelamaan berubah menjadi seperti kisah romantis di era modern. Kebijakan raja mengangkat perempuan sebagai ajudan seolah-olah menunjukan semangat kesetaraan dan penghargaan terhadap perempuan. Padahal, raja-raja Jawa sejatinya tidak pernah mempertimbangkan soal emansipasi ketika mengangkat perempuan sebagai pengawal pribadi.

Ann Kumar, Profesor Asian Studies di Australian National University, menyebut catatan paling awal tentang prajurit perempuan di Jawa berasal dari periode kekuasaan Sultan Agung antara tahun 1613 sampai 1645. Duta besar luar biasa Belanda bernama Rijklof van Goens yang pernah mengunjungi Mataram pada pertengahan abad ke-17 memperkirakan sudah ada sekitar 150 orang yang tergabung dalam pasukan kawal perempuan.

0 Komentar