Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang. Di mana, perbedaan harga pembelian minyak bumi impor sangat signifikan dibandingkan dari dalam negeri.
Dalam kegiatan ekspor minyak juga diduga telah terjadi kongkalikong antara para tersangka. Di mana SDS, AP, RS, dan YF selaku Penyelenggara Negara telah memgatur kesepakatan harga dengan broker, dalam hal ini tersangka MK, DW, dan GRJ.
Mereka sudah mengatur harga untuk kepentingan pribadinya masing-masing dan menyebabkan kerugian negara.
Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan
“Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan,” jelasnya.
Kemudian RS, SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum. Dilanjutkan dengan DM dan GRJ yang melakukan komunikasi dengan AP untuk dapat memperoleh harga tinggi (spot) padahal syarat belum terpenuhi.
Namun hal itu malah disetujui oleh SDS untuk impor minyak mentah dari RS untuk impor produk kilang. RS, lanjutnya, diduga melakukan pembelian untuk RON 92, namun nyatanya yang dibeli adalah RON 90 yang diolah kembali.
Selain itu, penyidik juga menemukan adanya dugaan mark up kontrak dalam pengiriman minyak impor yang dilakukan oleh tersangka YF. Sehingga, negara perlu membayar biaya fee tersebut sebesar 13-15 persen.
“Sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut,” ungkap Qohar.
Berkat serangkaian perbuatan para tersangka tersebut juga menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan dijual ke masyarakat. Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN.
“Adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,” ucap Qohar.
Atas perbuatan para tersangka diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHAP.