Ajukan Nota Keberatan, Zarof Ricar Minta Dibebaskan dari Kasus Suap dan Gratifikasi

Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar
Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar
0 Komentar

URAT malu sudah putus, atau tak tahu malu, tampaknya ada pada kalangan tertentu, termasuk pada orang yang disangkakan menerima gratifikasi, suap, uang semir, atau apapun namanya.

Alih-alih bersikap ksatria dan mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum, tetapi malah minta dibebaskan.

Setidaknya itulah yang terjadi pada mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar. Sebagai pejabat di institusi yudikatif, semestinya dia menghormati dan mematuhi hukum, bukan mempermainkan hukum untuk kepentingan diri dan orang lain yang dibantu dalam persekongkolan melakukan perbuatan jahat melawan hukum.

Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan

Mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar meminta dibebaskan dari kasus dugaan pemufakatan jahat berupa pembantuan suap pada penanganan perkara terpidana pembunuhan, Ronald Tannur, pada tahun 2024 di tingkat kasasi dan gratifikasi pada 2012–2022.

Penasihat hukum Zarof, Erick Paat, mengatakan surat dakwaan penuntut umum tidak menguraikan secara lengkap kejadian perkara sehingga membuat beberapa hal dalam dakwaan tersebut menjadi kabur.

“Kami meminta dakwaan penuntut umum dinyatakan batal demi hukum dan terdakwa dikeluarkan dari tahanan,” ujar Erick dalam sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Menurut Erick, dalam dakwaan mengenai pembantuan suap dalam penanganan perkara Ronald Tannur, penuntut umum tidak dapat menjelaskan bahwa uang sejumlah Rp5 miliar dijanjikan Zarof kepada Hakim Agung Soesilo.

Selain itu, dalam dakwaan juga tidak disebutkan kapasitas dan kemampuan Zarof untuk memengaruhi putusan perkara yang diadili Hakim Soesilo.

“Bahwa dalam uraian dakwaan kumulatif pertama alternatif kedua tersebut secara jelas tidak terdapat relevansi uraian perbuatan terdakwa dalam dakwaan dengan unsur perbuatan pidana yang diatur dalam rumusan pasal,” tuturnya.

Tak hanya itu, dia berpendapat dalam uraian dakwaan mengenai gratifikasi, tidak terdapat uraian konkret mengenai bentuk perbuatan Zarof, seperti waktu dan tempat kejadian, baik saat menerima maupun perbuatan dalam memengaruhi perkara.

Baca Juga:Menteri ATR/BPN Benarkan Pagar Laut Sepanjang 30,16KM di Perairan Tangerang Punya HGB dan SHM, Ini JelasnyaPemerintah Kabupaten Cirebon Tangani Banjir Bandang, Begini Langkah Strategis BBWS Cimancis

Dia menambahkan bahwa dalam dakwaan gratifikasi tidak diuraikan pula mengenai relevansi perbuatan Zarof dengan unsur perbuatan pidana yang diatur dalam rumusan pasal.

Dalam kasus tersebut, Zarof Ricar didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa pembantuan untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim uang senilai Rp5 miliar serta menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram selama menjabat di MA untuk membantu pengurusan perkara pada tahun 2012-2022.

0 Komentar