Rijadh berpendapat untuk saat ini menunda atau memparalelkan penggunaan Coretax dengan sistem legacy merupakan langkah yang bijak, terutama jika tujuannya untuk meminimalkan risiko teknis operasional sambil memastikan sistem baru berjalan stabil. Melalui pendekatan parallel running ini pula, identifikasi kelemahan sistem baru dapat dilakukan secara bertahap, beriringan dengan tetap mempertahankan layanan administrasi perpajakkan yang berjalan dengan menggunakan sistem lama sebagai cadangan.
Namun, ia mengatakan strategi tersebut sangat bergantung pada 4 poin penting, yaitu evaluasi sistem secara menyeluruh, akuntabilitas dan komunikasi perbaikan, manajemen risiko proyek, dan juga integrasi data lama ke sistem baru. Keempat hal tersebut harus dilaksanakan untuk menjamin strategi parallel ini berhasil dijalankan.“Penerapan sistem hendaknya tidak mass rollout jika belum siap. Phase rollout dengan perbaikan terus menerus akan lebih baik,” ujarnya.
Rijadh pun berharap bahwa Coretax ini berjalan sesuai dengan tujuan strategisnya, yaitu untuk meningkatkan kualitas administrasi perpajakan di Indonesia. “Menurut saya jika semua pihak berkomitmen untuk perbaikan, Coretax bisa menjadi game changer bagi digitalisasi perpajakan di Indonesia,” ujarnya.
Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan
Bahkan, Rijadh mengutip apa yang pernah Luhut Binsar Pandjaitan, sebutkan di media, bahwa World Bank menyebutkan, jika Indonesia merupakan salah satu negara yang paling jelek dalam menghimpun pajak, dan memperkirakan apabila mampu mengelola pajak secara optimal, maka penerimaan negara dapat meningkat hingga 6,4 persen dari Produk Domestik Bruto. Angka ini setara dengan tambahan pendapatan sebesar Rp 1.500 triliun.