Kritik Soal Indonesia Gabung Kelompok Ekonomi BRICS, Tersembunyi Kerumitan Relasi Kuasa Perlu Dicermati Kritis

Kritik Soal Indonesia Gabung Kelompok Ekonomi BRICS, Tersembunyi Kerumitan Relasi Kuasa Perlu Dicermati Kritis
Heru Subagia
0 Komentar

Selain urusan untung-rugi, imbuh Heru, Prabowo bisa belajar dari kebijakan pemerintah sebelumnya bergabung dengan pelbagai aliansi ekonomi dunia tapi tidak memberikan manfaat, kecuali menjadi ajang seremonial belaka. Tidak hanya menghabiskan waktu dan anggaran, banyak kebijakan justru merugikan Indonesia.

“Di awal pemerintahannya, Prabowo berfokus saja memperbaiki semua sistem perdagangan dan investasi era Jokowi yang merugikan perekonomian nasional. Percuma bergabung dengan BRICS atau aliansi ekonomi yang lain jika tidak ada pembenahan drastis tata kelola pembangunan ekonomi,” pungkasnya.

Berita mengenai Indonesia diterima sebagai anggota BRICS nyaris tidak mendapat perhatian di Barat, seperti yang dicatat oleh beberapa pengamat internasional di platform media sosial X.

Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan

Philip Pilkington, seorang ekonom dan penulis buku The Collapse of Global Liberalism, adalah salah satunya. Ia mengkritik media Barat.

“Ekonomi terbesar kedelapan di dunia, Indonesia memiliki ekonomi yang lebih besar dari Prancis. Sebuah kemenangan besar bagi BRICS di awal 2025. Tidak banyak perhatian di Barat karena media kini hanya memutarbalikkan peristiwa-peristiwa global penting,” tulisnya di platform X.

Seorang profesor sejarah global di Universitas Oxford juga mencatat bahwa berita tentang Indonesia dan BRICS “nyaris tidak dilaporkan di Inggris, Eropa, AS, dll.”

Ia menambahkan bahwa status Indonesia sebagai anggota penuh sangat signifikan karena Indonesia adalah ekonomi terbesar dan negara dengan jumlah penduduk terbanyak di Asia Tenggara.

“Keanggotaan Indonesia kini menjadikan PDB BRICS mencapai +/- 40% dari ekonomi global berdasarkan PPP [Paritas Daya Beli]. Tambahkan 8 ‘negara mitra’ dan itu mendekati 45%,” tulisnya di X.

Ia juga menyebutkan bahwa gabungan ekonomi BRICS kini lebih besar daripada yang disebut sebagai G7 sepuluh tahun yang lalu.

“Ada banyak cara di mana BRICS terlalu dibesar-besarkan, disalahartikan, dan (kadang-kadang) kurang mendapat perhatian. Dan banyak tantangan internal juga, dengan banyak pandangan berbeda tentang apa itu BRICS, apa yang bisa atau seharusnya terjadi,” ujarnya.

Baca Juga:Menteri ATR/BPN Benarkan Pagar Laut Sepanjang 30,16KM di Perairan Tangerang Punya HGB dan SHM, Ini JelasnyaPemerintah Kabupaten Cirebon Tangani Banjir Bandang, Begini Langkah Strategis BBWS Cimancis

“Tapi dunia baru sedang terbentuk yang mengikuti dan menginterpretasikan segala sesuatu dengan cara yang sangat berbeda dari cara pandang Barat.”

0 Komentar