KOMIITE I DPD RI menyoroti sejumlah desa di Indonesia yang tanahnya berada dalam kawasan hutan. Dampaknya, banyak rumah warga yang digusur karena tidak memiliki sertifikat tanah.
Komite I Anggota DPD RI Pdt Penrad Siagian menyebutkan ada sekitar 5.000 desa di Sumatera, dan 2.000 desa di antaranya masuk dalam kawasan hutan.
“Misalnya di Sumatera 5.000 sekian ratus desa, masih ada hampir 2.000 kawasan hutan dan ini semua di Indonesia masih terjadi,” tutur Penrad dalam Raker bersama Kementerian ATR/BPN di Ruang Rapat Komite I DPD, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/2).
Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan
“Saya menemukan banyak kasus misalnya desa-desa itu digusur tiba-tiba semua karena tidak punya sertifikat, bukan tidak mau mengurus, karena ada program bantuan dan lain-lain, tapi sangat terbatas sehingga masyarakat tidak bisa mengurus,” tambah dia.
Menanggapi hal tersebut, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menjelaskan, beberapa kebijakan telah dilakukan untuk menyelesaikan tumpang tindih kawasan permukiman dengan hutan.
Misalnya ada permukiman di kawasan hutan yang sudah hilang, tetapi peta hutannya masih ada. Nusron mengatakan, ini menjadi keputusan Kementerian Kehutanan untuk menentukannya.
“Kalau tiba-tiba di situ sudah ada permukiman sementara peta hutannya hilang. Tapi masih ada peta hutannya, tapi sudah enggak ada pohon hutannya. Ini memang idealnya masuk TORA (Tanah Objek Reforma Agraria). Tapi TORA itu harus didahului dengan pelepasan hutan. Jadi kata kuncinya di poin tiga tadi ada di political will dari Kementerian Kehutanan, “ jelas Nusron dalam rapat.
Nusron menyebutkan, secara tidak langsung dalam setiap rapat, Kementerian Kehutanan mengakui terdapat lebih 40 peta hutan yang sudah tidak memiliki pohon hutan.
“Karena memang Kementerian Kehutanan, dalam tanda petik, dalam rapat-rapat, itu mengakui 40-45 perusahaan, peta hutan yang dimiliki, sudah tidak dalam bentuk (hutan) karena kalau ini diumumkan maka isu di luar negeri menjadi jelek dengan isu di Indonesia, isu penggundulan,” ujarnya.
Selain itu, Nusron mengungkapkan, langkah lain dalam menyelesaikan tumpang tindih hutan dan permukiman. Di antaranya mengecek pemilik awal sertifikat tanah tersebut.