Karakteristik definisi dan interpretasi konsep Global South yang fleksibel disebabkan beberapa faktor, yakni tujuan penggunaan, konteks historis, serta perkembangan global. Definisi Global South kemudian diartikan sesuai dengan kepentingan spesifik dari masing-masing pengguna istilah.
Ragam interpretasi yang dilakukan merujuk kepada tujuan akhir dari penggunaan Global South, baik dalam bentuk penentuan wilayah/teritorial/negara maupun sebagai penggambaran kesamaan nasib atau ideologi.
Penggunaan istilah Global South dalam berbagai studi juga dapat berbeda, dalam konteks studi pembangunan misalnya, Global South merujuk pada negara-negara yang mengalami keterbelakangan ekonomi dan sosial.
Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan
Namun dalam konteks studi Hubungan Internasional, istilah ini bisa digunakan untuk menggambarkan negara- negara yang secara historis mengalami kolonialisme maupun neo-kolonialisme.
Dalam riwayatnya, istilah Global South pertama kali digunakan pada tahun 1969 oleh aktivis politik berkebangsaan Amerika Carl Oglesby. Oglesby berpendapat, seperti yang tertulis di majalah Katolik liberal “Commonweal”, bahwa perang di Vietnam adalah puncak dari sejarah “dominasi utara atas global south.”
Namun, istilah tersebut baru mendapatkan momentum setelah pecahnya Uni Soviet tahun 1991 – yang menandai akhir “Dunia Kedua”.
Sebelumnya, istilah yang lebih umum digunakan untuk menyebut negara berkembang – atau negara yang belum sepenuhnya melakukan industrialisasi – adalah “Dunia Ketiga.”
Istilah tersebut diciptakan oleh Alfred Sauvy pada tahun 1952, yang dianalogikan dengan tiga istilah Prancis: bangsawan, ulama dan borjuis. Istilah “Dunia Pertama” mengacu pada negara-negara kapitalis maju; “Dunia Kedua” adalah negara-negara sosialis yang dipimpin oleh Uni Soviet; dan “Dunia Ketiga” adalah negara-negara berkembang, yang pada saat itu banyak yang masih berada di bawah kekuasaan kolonial.
Buku yang ditulis oleh sosiolog Peter Worsley, terbit tahun tahun 1964, berjudul “The Third World: A Vital New Force in International Affairs,” semakin mempopulerkan istilah tersebut. Buku itu juga mencatat bahwa “Dunia Ketiga” menjadi tulang punggung Gerakan Non-Blok, yang didirikan hanya tiga tahun sebelumnya sebagai kelompok yang tidak mau memihak pada dua kubu mana pun pada era Perang Dingin.