Peluang dan Tantangan: Apakah Kemitraan Pertahanan Indonesia-Prancis Bakal Ada Perhatian?

Presiden Indonesia Prabowo Subianto bertemu Menteri Pertahanan Prancis Sébastien Lecornu di Jakarta unt
Presiden Indonesia Prabowo Subianto bertemu Menteri Pertahanan Prancis Sébastien Lecornu di Jakarta untuk membahas kerja sama bilateral. (Foto X: @SebLecornu)
0 Komentar

Tantangan lain datang dari aspirasi Jakarta untuk memperluas hubungan pertahanannya dengan negara-negara besar lainnya, termasuk Tiongkok dan Rusia. Langkah ini berpotensi membatasi perhatian dan sumber daya yang dapat dicurahkannya ke Prancis.

Pemerintahan Prabowo juga memperkenalkan tantangan baru: militerisasi sipil. Keterlibatan TNI yang semakin besar dalam kegiatan pertahanan non-tradisional telah terlihat dalam beberapa bulan terakhir, seperti dalam program makan gratis yang ambisius dari Prabowo.

Selain itu, ada usulan membentuk 100 batalyon pembangunan untuk mempercepat pembangunan daerah. Berbeda dengan unit militer biasa, batalyon ini terdiri dari perusahaan peternakan, perikanan, pertanian, dan kesehatan. Dengan kata lain, batalion ini tidak dirancang untuk berperang. Arahan Prabowo kepada TNI untuk membantu menjaga perkebunan kelapa sawit semakin mengaburkan batas antara urusan militer dan sipil.

Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan

Para pengamat memperingatkan bahwa tren ini mengalihkan sumber daya militer dari prioritas pertahanan sekaligus melemahkan institusi dan supremasi sipil. Bagi mitra asing Indonesia, termasuk Prancis, perkembangan ini dapat menunjukkan bahwa TNI lebih berorientasi ke dalam negeri dan berkurangnya kemampuan untuk terlibat dalam inisiatif pertahanan internasional.

Dari pihak Perancis, hambatan yang dihadapi adalah ketidakstabilan politik dalam negeri, terutama setelah mosi tidak percaya pada bulan Desember 2024, yang dapat berdampak pada kebijakan pertahanan negara tersebut, dan perang di Ukraina yang terus menarik perhatian dan sumber daya yang besar.

Faktor Trump

Ketidakpastian lebih lanjut dalam kemitraan pertahanan Indonesia-Prancis mungkin berasal dari pemerintahan Presiden Donald Trump di Washington. Dengan kebijakan luar negeri “America First” Trump dan potensi ketegangan pada hubungan keamanan transatlantik, Presiden Prancis Emmanuel Macron sudah menyerukan otonomi pertahanan Eropa yang lebih besar.

Jika Washington mengurangi dukungan militer kepada NATO, Prancis dan negara-negara Eropa lainnya harus menginvestasikan lebih banyak sumber daya untuk mengisi kesenjangan tersebut, sebuah situasi yang akan membatasi kemampuan mereka untuk meningkatkan komitmen mereka terhadap Indo-Pasifik.

Skenario terburuk bagi Indonesia adalah hilangnya keterlibatan TNI dan militer Amerika Serikat, khususnya sebagai respons terhadap keputusan Jakarta untuk bergabung dengan BRICS dan memperdalam hubungan keamanan dengan Tiongkok.

0 Komentar