Mengapa Prabowo Diguncang Ramalan Kudeta?

Presiden Prabowo Subianto © Tatan Syuflana/AP
Presiden Prabowo Subianto © Tatan Syuflana/AP
0 Komentar

Berbeda dari revolusi, sebuah kudeta tidak melibatkan pemberontakan massal. Sebaliknya dalam kudeta, sekelompok kecil politisi atau perwira militer menangkap para pemimpin yang berkuasa, merebut stasiun radio dan televisi nasional, serta mendeklarasikan kekuasaan baru.

Selain menangkap, mengusir pemimpin, atau sekaligus mengambil alih kendali kantor-kantor pemerintahan, kelompok aktif yang berperan dalam kudeta merebut sarana komunikasi dan infrastruktur fisik, seperti jalanan dan pembangkit listrik.

Penelitian Patrick McGowan, profesor ilmu politik di Arizona State University menyebutkan bahwa antara 1956-2001 di Afrika Sub-Sahara, terjadi 80 aksi kudeta yang berhasil, 108 gagal dan ada 139 plot kudeta yang dilaporkan. Sejak kurun waktu tersebut, ada 11 percobaan kudeta yang dilaporkan sukses.

Lantas apa penyebabnya?

Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan

Menurut The Economist, Burkina Faso mencatatkan rekor dengan jumlah kudeta tertinggi di Afrika. Banyak faktor pendorong kudeta di negeri tersebut, misalnya kemiskinan, institusi yang lemah, partai oposisi yang terfragmentasi, dan sebagainya.

Para ahli umumnya juga menganggap kudeta berhasil jika sudah berlangsung minimal selama seminggu. Jika merujuk pada durasi, perebutan kekuasaan di Burkina Faso pada September 2015 lalu hanya sebuah coba-coba saja.

“Semi-kudeta September 2015 di Burkina Faso”, demikian lapor The Economist, “ternyata sekadar perebutan kekuasaan di dalam tubuh tentara”. Mereka saling bersaing memperebutkan kekuasaan satu sama lain, seperti yang dikatakan Maggie Dwyer, pakar Afrika dari University of Edinburgh.

Situasi budaya politik Burkina Faso tak luput menjadi faktor pendorong kudeta. Negara ini memiliki sejarah protes publik dan kerusuhan kerja yang marak. Belitan faktor tersebut bahkan dijuluki oleh para ilmuwan politik sebagai “perangkap kudeta”. Tiap kali sebuah kudeta terjadi, akan membuat kemungkinan lain.

Praktis mayoritas kudeta diikuti demonstrasi rakyat, misalnya pada 2014 ketika Presiden Burkina Faso Blaise Compaoré dipaksa turun takhta setelah 27 tahun berkuasa. Dari segi keberhasilan, fenomena demonstrasi rakyat mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa aksi-aksi kudeta di Burkina Faso cenderung berhasil. Ditambah kejadian pada 2015 lalu ketika para pengawal kepresidenan tidak berhasil melancarkan kudeta karena tidak ada dukungan rakyat.

0 Komentar