Hari Gini Makar, Mau Ngapain?

Ilustrasi
Ilustrasi
0 Komentar

Pasal 139a

Makar dengan maksud melepaskan wilayah atau daerah lain dari suatu negara sahabat untuk seluruhnya atau sebagian dari kekuasaan pemerintah yang berkuasa di situ, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

Pasal 139b

Makar dengan maksud meniadakan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan negara sahabat atau daerahnya yang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal Makar pernah dua kali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon meminta makar harus dimaknai sebagai ‘serangan’, sehingga harus dianggap sebagai delik selesai. Namun MK menilai argumen itu tidak bisa diterima. MK berpendapat percobaan makar — tanpa perlu tujuan makar tercapai yaitu pemerintah yang terguling–pun sudah bisa dikenai delik.

Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan

“Sebab apabila kata ‘makar’ begitu saja dimaknai sebagai ‘serangan’, hal itu justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena penegak hukum baru dapat melakukan tindakan hukum terhadap seseorang apabila orang yang bersangkutan telah melakukan tindakan ‘serangan’ dan telah nyata timbul korban,” demikian bunyi putusan MK yang diketok pada 31 Januari 2018.

Lalu apakah delik makar bisa memberangus kebebasan berpendapat yang dilindungi UUD 1945? MK juga menepis anggapan itu. Sebab, negara berkewajiban melindungi kehidupan berbangsa, termasuk melindungi hak asasi manusia. MK juga memutuskan pasal makar adalah turunan langsung dari kedaulatan negara, sehingga MK tidak bisa menghapus pasal tersebut.

“Hukum memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Justru harus dipahami bahwa pengaturan pasal a quo juga demi memberikan perlindungan kepada diri pribadi, keluarga pada rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan atas perilaku tindak pidana makar,” kata MK.

0 Komentar