Laporan Pemerkosaan dan Penjarahan
Jens Laerke, juru bicara kantor kemanusiaan PBB (OCHA), mengatakan dalam sebuah briefing di Jenewa bahwa rekan-rekannya telah melaporkan “tembakan senjata ringan dan mortir yang berat di seluruh kota dan adanya banyak mayat di jalanan”.
“Kami mendapat laporan tentang pemerkosaan yang dilakukan oleh para milisi, penjarahan harta benda… dan fasilitas kesehatan kemanusiaan yang dihantam,” tambahnya. Pejabat bantuan internasional lainnya menggambarkan rumah sakit yang kewalahan dengan korban luka yang dirawat di lorong-lorong.
Francois Moreillon, kepala Komite Palang Merah Internasional di Kongo, mengatakan kepada Reuters bahwa sebuah gudang obat telah dijarah, dan ia mengkhawatirkan sebuah laboratorium yang menjadi tempat penyimpanan kuman-kuman berbahaya, termasuk ebola.
Baca Juga:Kasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka PembunuhanMenteri ATR/BPN Benarkan Pagar Laut Sepanjang 30,16KM di Perairan Tangerang Punya HGB dan SHM, Ini Jelasnya
“Jika laboratorium itu terkena peluru yang dapat mempengaruhi integritas struktur, ada potensi menyebabkan kuman-kuman keluar, dan ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar di luar perbatasan Republik Demokratik Kongo,” katanya.
Di Kinshasa, massa yang marah meneriakkan slogan-slogan anti-Rwanda dan menyerang kedutaan besar beberapa negara yang dianggap mendukung Rwanda, membakar ban dan bangunan. Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan mereka.
“Apa yang dilakukan Rwanda adalah dengan keterlibatan Prancis, AS dan Belgia. Rakyat Kongo sudah muak. Berapa kali kami harus mati?” kata seorang pengunjuk rasa, Joseph Ngoy.
Kedutaan Besar Rwanda, Prancis, Amerika Serikat, Uganda, Kenya, Belanda dan Belgia menjadi sasaran. Video yang diposting secara online dan diverifikasi oleh Reuters menunjukkan puluhan orang menjarah kedutaan besar Kenya, sementara video lainnya menunjukkan penjarahan telah menyebar ke lokasi lain termasuk supermarket.
Ketakutan akan konflik yang lebih luas
M23 adalah yang terbaru dari serangkaian pemberontakan etnis Tutsi yang dipimpin dan didukung oleh Rwanda yang telah membawa kekacauan di Kongo sejak genosida di Rwanda 30 tahun yang lalu, ketika para ekstremis Hutu membunuhi etnis Tutsi dan etnis Hutu yang moderat, dan kemudian digulingkan oleh pasukan yang dipimpin oleh etnis Tutsi yang masih memerintah Rwanda.
Rwanda mengatakan bahwa beberapa pelaku yang digulingkan telah berlindung di Kongo sejak genosida tersebut, membentuk milisi yang beraliansi dengan pemerintah Kongo, dan menjadi ancaman bagi etnis Tutsi di Kongo dan Rwanda sendiri.