Suka Beli Buku Tapi Tidak Dibaca, Tsundoku

Ilustrasi
Ilustrasi: Tsundoku
0 Komentar

SUKA membaca buku memang menjadi aktivitas menarik. Selain bermanfaat karena memperkaya pengetahuan, membaca buku juga dapat mengurangi rasa stress dan tertekan. Saat ini berbagai macam buku dengan genre yang beragam hadir di sekitar. Tidak hanya itu, berbagai promosi secara offline maupun online juga dilakukan untuk menggaet pembaca.

Dari promosi dan strategi marketing tersebut itulah para pecinta buku berbondong-bondong untuk membeli buku. Ada yang langsung membaca buku setelah membeli kemudian mereview nya, ada juga yang langsung menyimpan tanpa membacanya. Akibatnya buku-buku tersebut akan menumpuk dan memenuhi sudut ruangan.

Tapi ketahuilah jika menyimpan buku yang baru tanpa menyelesaikan bacaan sebelumnya dapat menjadi kebiasaan yang bernama tsundoku.

Baca Juga:Menteri ATR/BPN Benarkan Pagar Laut Sepanjang 30,16KM di Perairan Tangerang Punya HGB dan SHM, Ini JelasnyaPemerintah Kabupaten Cirebon Tangani Banjir Bandang, Begini Langkah Strategis BBWS Cimancis

Berdasarkan keterangan dari laman Open Culture, istilah “Tsundoku” diketahui berasal dari zaman Meiji (1868-1912). Mulanya ditakik dari sebuah umpatan dalam bahasa Jepang “tsunde-oku” yang merupakan gabungan dari “tsunde-oku” (menumpuk dan meninggal) dan “dokusho” (membaca buku). Seiring berjalannya waktu, kata “oku” (おく) dalam kata “tsunde-oku” berganti menjadi “doku” (読) yang berarti membaca.

Penjelasan yang tak jauh berbeda juga dikemukakan oleh Profesor Andrew Gerstle, pengajar untuk mata kuliah khusus tentang teks-teks Jepang pra-modern di University of London. Dalam laporan BBC berjudul “Tsundoku: The Art of Buying Books and Never Reading“, ia mengatakan bahwa istilah “Tsundoku” ditemukan di media cetak sekitar tahun 1879. Baginya, hal itu menandakan bahwa kata tersebut telah digunakan sebelumnya.

Kata “tsun” dalam “Tsundoku”, masih seturut penjelasan Profesor Gerstle, berasal dari “tsumu”—sebuah kata yang kurang lebih berarti “menumpuk”. Ketika disatukan, istilah “Tsundoku” memiliki arti “membeli bahan bacaan dan menumpuknya”. Ia mengatakan:

“Ungkapan ‘Tsundoku Sensei’ muncul dalam teks dari tahun 1879 menurut penulis Mori Senzo. (Kalimat) itu cenderung memiliki makna menyindir, yakni tentang seorang guru yang memiliki banyak buku tetapi tidak membacanya.” Kendati cenderung satirikal, istilah “Tsundoku” sama sekali tidak menimbulkan stigma apapun di Jepang.

Istilah lain yang memiliki arti kurang lebih sama dengan “Tsundoku” adalah “Bibliomania”. Lorraine Berry, seorang blogger asal Inggris yang bekerja di Manchester City, sempat mengulas istilah “Bibliomania” tersebut dalam artikelnya di TheGuardian tertanggal 26 Januari 2017 yang berjudul “Bibliomania: The Strange History of Compulsive Book Buying“.

0 Komentar