Thomas, yang kerap jadi pakar dalam pengamatan hilal penentu Bulan Ramadhan dan Lebaran di Kementerian Agama ini, memperkuatnya dengan pertemuan Nabi Muhammad dengan para nabi lain dalam perjalanan itu.
“Itu menembus ke masa lalu. Kemudian diperlihatkan juga surga dan neraka, itu masa depan, ketika kiamat sudah terjadi,” tuturnya.
Thomas mengatakan pada dasarnya manusia hidup dan dibatasi dimensi ruang-waktu. Ketika mengendarai Buroq, Rasulullah sedang keluar dari dimensi tersebut.
Baca Juga:Menteri ATR/BPN Benarkan Pagar Laut Sepanjang 30,16KM di Perairan Tangerang Punya HGB dan SHM, Ini JelasnyaPemerintah Kabupaten Cirebon Tangani Banjir Bandang, Begini Langkah Strategis BBWS Cimancis
“Dan dengan Buroq itu [Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam] keluar dimensi waktu ruang. Pertemuan di langit itu menggambarkan Rasul tidak lagi terikat pada waktu,” kata Thomas.
“Jadi tidak perlu lagi bertanya, dan tidak relevan lagi bertanya di mana itu [pertemuan di langit yang ketujuh]. Sudah keluar dari dimensi ruang waktu,” imbuhnya.
Ia pun menyebut langit ke tujuh yang jadi lokasi Sidratul Muntaha tempat menerima perintah salat lima waktu merupakan “lambang batas yang tidak seorang manusia atau makhluk lain bisa mengetahui lebih jauh.”
Meski demikian, Thomas mengatakan Isra Mi’raj bukanlah perjalanan ruh atau bahkan mimpi Nabi Muhammad. Menurutnya, ini adalah perjalanan fisik langsung.
Buktinya, saat berada di Al-Aqsa Nabi menjalankan salat dan juga memilih meminum susu saat ditawari antara arak atau susu. Selain itu, ketika perjalanan pulang Nabi secara langsung melihat rombongan kafilah menuju Mekkah.
“Ini fisik. Salat itu fisik,” ucapnya.