SAAT ini segala hal di dunia banyak menitikberatkan teknologi, tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Pada situasi seperti ini, Swedia justru menggunakan pendekatan yang berbeda.
Swedia kembali menggunakan buku teks cetak di ruang kelas, alih-alih menerapkan pendekatan serba digitalnya. Perubahan ini dilatarbelakangi kekhawatiran soal bagaimana perangkat digital dapat memengaruhi pembelajaran dan pertumbuhan siswa.
Kebijakan Pemerintah Swedia ini disebut bertujuan untuk membangun kembali sistem sekolah berbasis pengetahuan yang kuat. Fokusnya yakni pada keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung, di jenjang pendidikan awal.
Baca Juga:Menteri ATR/BPN Benarkan Pagar Laut Sepanjang 30,16KM di Perairan Tangerang Punya HGB dan SHM, Ini JelasnyaPemerintah Kabupaten Cirebon Tangani Banjir Bandang, Begini Langkah Strategis BBWS Cimancis
Tak berarti sama sekali mengabaikan perangkat digital, menurut Pemerintah Swedia, alat bantu pembelajaran digital boleh diperkenalkan dalam pengajaran pada usia ketika alat bantu tersebut mendorong–bukan justru menghalangi, pembelajaran siswa.
“Kondisi terbaik untuk mengembangkan keterampilan membaca dan menulis dasar adalah di lingkungan analog dan menggunakan alat analog. Itulah mengapa penting bagi siswa untuk bekerja dengan pena dan kertas dan, yang terpenting, memiliki akses ke buku teks dan perpustakaan sekolah yang dikelola staf,” kata Menteri untuk Urusan Sekolah Swedia, Lotta Edholm, menukil situs resmi Government Offices of Sweden.
Mengutip Indian Defence Review, Swedia bahkan mengalokasikan 104 juta euro, atau setara Rp1,76 triliun untuk menyediakan kembali buku di ruang kelas mulai 2022 hingga 2025. Hal itu dilakukan untuk memastikan setiap siswa memperoleh buku teks cetak untuk setiap mata pelajaran.
Sebelum beralih ke kebijakan buku cetak sebagai media belajar, Swedia awalnya optimistis bahwa penggunaan komputer dan tablet bakal bikin pembelajaran lebih menyenangkan dan mudah diakses.
Pada 2009, Swedia mulai memodernisasi sekolahnya dengan mengganti buku teks lama dengan komputer dan perangkat digital lainnya. Idenya yakni untuk mempersiapkan siswa menghadapi dunia yang digerakkan oleh teknologi.
Namun demikian, seiring berjalannya waktu, masalah dari penggunaan gawai bermunculan. Salah satu keluhan terbesar adalah betapa perangkat digital dapat mengganggu. Banyak siswa jadi tak fokus pada pelajaran dan teralihkan oleh permainan atau aktivitas berselancar di internet selama kelas.
Survei Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) terbaru juga mengungkap korelasi erat antara penurunan pengetahuan siswa Swedia dan penggunaan ponsel mereka. Dengan begitu, menyerahkan ponsel mereka saat sekolah dapat meningkatkan keselamatan, pembelajaran, dan pengembangan pengetahuan siswa.