Pihaknya juga memohon kepada majelis hakim untuk menerima pembelaan seluruhnya atau memberikan putusan kepada terdakwa seringan-ringannya.
Jaksa Menuntut FN 4 Tahun Penjara
Dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto pada Selasa (17/12/2024), jaksa penuntut umum (JPU) menuntut FN 4 tahun penjara.
Saat sidang pembacaan tuntutan itu, FN mengikuti sidang secara dalam jaringan (daring) dari tahanan Polda Jawa Timur.
Baca Juga:Menteri ATR/BPN Benarkan Pagar Laut Sepanjang 30,16KM di Perairan Tangerang Punya HGB dan SHM, Ini JelasnyaPemerintah Kabupaten Cirebon Tangani Banjir Bandang, Begini Langkah Strategis BBWS Cimancis
Saat membacakan tuntutannya, Jaksa Ismiranda Dwi Putri mendakwa FN terbukti bersalah melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga menyebabkan suaminya meninggal dunia.
Tuntutan 4 tahun penjara itu, dikurangi masa kurungan saat terdakwa dalam masa tahanan.
“Dalam perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa FN dengan pidana selama empat tahun, dikurangi selama terdakwa ditahan,” kata JPU saat membacakan tuntutannya.
Briptu FN tak kuat menahan air mata saat didakwa. Sembari mengusap air mata, dia tegang mendengarkan tuntutan jaksa.
Tuntutan 4 tahun penjara oleh JPU sudah didasarkan pada beberapa pertimbangan. Hal yang meringankan tuntutan karena terdakwa menjadi tulang punggung dari ketiga anaknya dan keluarga korban sudah memaafkan.
Komnas Perempuan Memberikan Warning
Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang menyebut, FN merupakan perempuan yang sedang berhadapan dengan hukum. Dia menghormati keputusan jaksa.
Namun, pihaknya menginginkan agar hak-hak perempuan saat berhadapan dengan hukum harus terpenuhi.
Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat
“Komnas Perempuan menghormati tuntutan yang disampaikan oleh JPU pada persidangan yang ditujukan pada perempuan yang sedang berhadapan dengan hukum di Mojokerto Jawa Timur,” ucapnya, Rabu (18/12/2024).
Veryanto menegaskan, FN melakukan tindakan melanggar hukum sebagai akibat adanya kekerasan dalam rumah tangga. Khususnya terkait dengan ekonomi.
Menurutnya, hal itu sebaiknya menjadi pertimbangan hakim dalam membuat putusan. Termasuk yang disampaikan oleh JPU, bahwa pelaku juga menjadi tulang punggung keluarga. Khususnya terhadap anak-anaknya yang masih berada di bawah pengampuan.
“Kami berharap agar hakim berkenan menggunakan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 tahun 2017 tentang Perempuan Berhadapan dengan Hukum,” ujarnya.
Komnas Perempuan mencermati, kekerasan dalam rumah tangga bisa berdampak terjadinya kekerasan lain yang berulang dan berkelanjutan sebagaimana yang dialami dan dilakukan oleh FN.