Dia mengatakan, pertemuan antara Prabowo dengan Megawati jika terjadi menurutnya tidak harus membicarakan soal politik. “Pertemuan enggak perlu ada urusan politik terus, bisa juga bersilaturahmi,” ucapnya.
Tak lama kemudian, beredar cerita unik Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani bahwa Megawati menitipkan barang untuk Presiden Prabowo. Barang yang dimaksud tidak berkaitan dengan politik, barang itu adalah minyak urut.
Muzani mengaku menjadi perantara titipan dari Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri kepada Presiden RI Prabowo Subianto.
Baca Juga:Menteri ATR/BPN Benarkan Pagar Laut Sepanjang 30,16KM di Perairan Tangerang Punya HGB dan SHM, Ini JelasnyaPemerintah Kabupaten Cirebon Tangani Banjir Bandang, Begini Langkah Strategis BBWS Cimancis
Saat bertemu Prabowo pekan lalu, Muzani menyampaikan titipan minyak dari Ketua Umum PDI-P ke Presiden RI itu.
“Saya minggu lalu ketemu dengan Pak Prabowo menitipkan titipannya Bu Mega namanya minyak,” kata Muzani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/1).
“Minyak urut,” ujarnya.
“Enggak, enggak. Minyak. Bu Mega punya untuk pegel-pegel, dititipin,” tegasnya lagi.
Tentunya, pemberian minyak urut menjadi simbol perhatian yang menunjukkan hubungan hangat antara kedua tokoh itu. Pertemuan mereka rupanya masih harus menunggu waktu yang tepat.
Pengamat politik dan intelijen dari IndnesianWatch, Bondhan Wibisono, jika pertemuannya sebatas pertemuan simbolis, memang bisa berdampak baik karena dapat menunjukkan stabilitas politik di Indonesia.
Lain hal jika dalam pertemuan tersebut terjadi kesepakatan-kesepakatan antara Prabowo dan Megawati. Misalnya saja, Prabowo menawarkan kursi kabinet kepada PDI Perjuangan. Ini, kata Bondhan, akan menjadi kabar buruk bagi demokrasi.
“Kalau memang betul PDIP itu tegak lurus dengan Prabowo Subianto, kira-kira begitu ya, ini kabar buruk bagi demokrasi kita. Ini kabar buruk bagi oposisi. Yang pasti ini (oposisi) mati di lima tahun yang akan datang,” katanya.
Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat
Sikap kritis PDI Perjuangan terhadap pemerintah sebetulnya sudah ditunjukkan beberapa kadernya dalam beberapa bulan belakangan. Misalnya kritik anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.
Dalam rapat DPR pada Kamis, 5 Desember 2024, Rieke meminta agar pelaksanaan Pasal 7 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 itu ditunda lantaran kondisi ekonomi Indonesia yang saat ini sedang tidak baik-baik saja. Sebab, menurut Rieke, pelaksanaan PPN 12 persen akan membuat posisi masyarakat kecil makin sulit.