Kasus Pagar Laut di Surabaya dan Tangerang Beda, Begini Pemaparan Menteri ATR

Nusron Wahid menyatakan penerbitan SHGB dan SHM pagar laut di Tangerang berstatus cacat prosedur. (Foto: Azmi
Nusron Wahid menyatakan penerbitan SHGB dan SHM pagar laut di Tangerang berstatus cacat prosedur. (Foto: Azmi Samsul Maarif)
0 Komentar

MENTERI Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid menilai penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di pagar laut Surabaya dan Tangerang merupakan kasus berbeda. Ada faktor abrasi dalam kasus di Surabaya.

“Nah, kalau Surabaya casenya beda,” kata Nusron saat jumpa pers, Rabu (22/1/2025).

Nusron menjelaskan di kasus pagar laut Surabaya ditemukan adanya perbedaan karena abrasi. Hal itu, ia temukan setelah mencocokan data yang ada pasca sertifikat HGB Pagar Laut terbit per 1996.

Baca Juga:Menteri ATR/BPN Benarkan Pagar Laut Sepanjang 30,16KM di Perairan Tangerang Punya HGB dan SHM, Ini JelasnyaPemerintah Kabupaten Cirebon Tangani Banjir Bandang, Begini Langkah Strategis BBWS Cimancis

“Surabaya itu begini. Surabaya itu sertifikat terbit tahun 1996. Setelah kami cocokkan, memang semua sertifikatnya itu berada di dalam garis pantai semua,” katanya.

“Berarti kalau berada di dalam garis pantai, sepanjang waktu dari 1996 sampai sekarang, ada abrasi,” katanya menambahkan.

Nusron menjelaskan bahwa ada tiga sertifikat HGB di pagar laut Surabaya. Dari ketiganya, dua diantaranya berada di dalam laut.

“Dan itu dari tiga sertifikat, ada dua yang ada di dalam laut. Yang satu kan enggak. Jadi artinya, apa? ada sejarah abrasi kalau di situ. Karena kalau saya cocokkan dari peta tahun 1996, itu memang dia berada di dalam garis pantai,” katanya mengakhiri.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim), Deni Wicaksono menyoroti munculnya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 656 hektar di wilayah laut Kabupaten Sidoarjo. Dia menduga HGB tersebut melanggar aturan tata ruang dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Deni mempertanyakan keabsahan dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) terkait penerbitan HGB tersebut. “Jika dokumen KKPRL tidak ada, berarti ini merupakan pelanggaran yang tidak dapat dibiarkan,” ujar politikus PDIP tersebut.

Menurut Deni, putusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 melarang pemanfaatan wilayah perairan untuk kepentingan komersial berbasis HGB karena melanggar prinsip perlindungan lingkungan hidup. Dia juga mengingatkan bahwa kawasan mangrove yang terdampak berpotensi kehilangan fungsinya sebagai pelindung ekosistem laut dan mitigasi perubahan iklim.

Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat

“Kami di DPRD Jatim tidak akan tinggal diam. Jika ditemukan pelanggaran, kami akan meminta Pemprov dan BPN untuk membatalkan status HGB tersebut serta menindak tegas pihak-pihak yang terlibat,” ujar Deni.

0 Komentar