Baik tata kelola anggaran maupun komunikasi publik dinilai buruk karena gemuknya Kabinet Merah Putih. Selain itu, maju-mundur penentuan kebijakan tarif PPN serta polemik sumber anggaran MBG mulai dari dana desa, dana zakat, dan sebagainya menambah buruk penilaian tata kelola anggaran dan komunikasi publik Kabinet Merah Putih.
“Kita tahu memang MBG menjadi program utama Pak Prabowo-Gibran, ya. Tapi, tidak sedikit masyarakat yang mempertanyakan, bagaimana dengan program-program lainnya. Jadi, baik itu misalkan PKH, bantuan UMKM, bantuan rumah, dan lain-lain. Karena, seakan-akan semua diarahkan ke MBG,” tambah Media.
Media pun menyayangkan langkah pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang mempersempit ruang fiskal demi menambah anggaran MBG. Padahal, yang menjadi korban adalah anggaran perlindungan sosial dan pembiayaan layanan publik yang masih sangat dibutuhkan masyarakat berpendapatan rendah (MBR).
Baca Juga:Menteri ATR/BPN Benarkan Pagar Laut Sepanjang 30,16KM di Perairan Tangerang Punya HGB dan SHM, Ini JelasnyaPemerintah Kabupaten Cirebon Tangani Banjir Bandang, Begini Langkah Strategis BBWS Cimancis
Pada saat yang sama, MBG juga dikhawatirkan tidak dapat menyasar kelompok rentan. Kondisi ini, praktis akan membuat misalokasi anggaran dan penurunan kemampuan negara dalam mengurangi kemiskinan.
“Kemudian, juga bagaimana kebijakan perpajakan hari ini. Kemungkinan akan ada tax amnesty dan juga dorongan mengurangi PPh Badan. Sehingga, kemudian kelas menengah juga yang kemudian dikorbankan melalui peningkatan pajak penghasilan (PPh Pasal 21),” tambah dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menyorot soal gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di industri padat karya.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, per awal Desember 2024, sekira 80 ribu pekerja mengalami PHK. Jumlah itu jauh lebih tinggi dibanding periode Januari-Desember 2023 yang “hanya” sebesar 64.855 pekerja.
Kemudian, di sektor lingkungan, ada sekitar 20 juta hektare lahan yang akan dijadikan cadangan pangan dan energi.
“Ini merupakan solusi yang salah, solusi yang bermasalah. Seolah-olah harus mengalah salah satu. Kalau mau swasembada energi, swasembada pangan, [seolah-olah] yang harus dikorbankan adalah hutan, lingkungan. Ini adalah hal yang bertolak belakang seperti yang disampaikan Prabowo sendiri dalam forum internasional,” jelas Bhima, Selasa (21/1).