Bersatunya Kadin, Heru Subagia: Tidak Ada Manfaat Bagi Pelaku Usaha di Daerah

Dari kiri: Anindya Bakrie, Rosan P Roeslani, dan Arsjad Rasjid menunjukkan kekompakan. (Foto: Istimewa)
Dari kiri: Anindya Bakrie, Rosan P Roeslani, dan Arsjad Rasjid menunjukkan kekompakan. (Foto: Istimewa)
0 Komentar

DINAMIKA di tubuh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia telah berlalu. Hari ini, Kadin akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) Rekonsiliasi. Anindya Bakrie akan dikukuhkan sebagai Ketua Umum Kadin dan Arsjad Rasjid sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Kadin. Anin dan Arsjad pun kembali satu perahu.

Pengurus Kadin Kabupaten Cirebon Heru Subagia menilai polemik yang terjadi dalam tubuh Kadin Indonesia belakangan tidak lepas dari konflik kepentingan antara pebisnis dan pemerintah. Oleh sebab itu, butuh batas yang jelas antara kepentingan bisnis dan kepentingan politik agar persoalan serupa tidak berulang di masa depan.

Polemik dalam organisasi para pengusaha tersebut mengemuka saat beberapa perwakilan Kadin provinsi menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) yang menetapkan Anindya Bakrie sebagai ketua umum baru.

Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat

Di sisi lain, posisi tersebut masih dijabat oleh Arsjad Rasjid selama periode 2021-2026 berdasarkan musyawarah nasional (munas) di Kendari, Sulawesi Tenggara, 2021. Heru Subagia, berpendapat, perpecahan di dalam Kadin terjadi akibat konflik kepentingan, baik dari sisi pengusaha di dalam Kadin maupun pemerintah.

Di satu sisi, kebanyakan para pengusaha cenderung bergantung kepada pemerintah, terutama terkait perizinan dan pembagian proyek dari pemerintah.

”Biasanya, itu (perizinan) harus punya kedekatan politik. Makanya, Kadin sebagai organisasi usaha digunakan untuk melobi pemerintah dan mendapatkan daya tawar,” katanya, Kamis (16/1).

Di sisi lain, Heru melanjutkan, pemerintah juga memiliki kepentingan tersendiri dengan para pelaku usaha, misalnya terkait dengan kebijakan yang akan diambil atau terkait biaya politik untuk modal pencalonan dalam pemilihan umum (pemilu). Atas dasar itu, pemerintah kemudian ”cawe-cawe” alias ikut campur dalam kepengurusan Kadin.

Menurutnya, kepengurusan di dalam Kadin selama ini tidak pernah lepas dari keterlibatan unsur pemerintah, termasuk dalam pemilihan ketua umum.

Heru menambahkan, banyak di antara pebisnis terlibat dalam partai politik dan bahkan membuat partai politik guna bisa mendekati kekuasaan. Upaya tersebut dilakukan guna memperlancar usahanya sehingga memperoleh keuntungan, baik melalui perizinan maupun proyek-proyek yang diberikan pemerintah.

Celah kedekatan antara pemerintah dan para pebisnis terbuka ketika sistem demokrasi, sistem kepartaian, serta sistem pemilihan yang berjalan mensyaratkan biaya besar. Dari situlah, para pebisnis terlibat dalam politik, baik dengan turun langsung sebagai calon pemimpin maupun berperan di balik layar sebagai pemodal calon-calon pemimpin.

0 Komentar