Bapak Pers Indonesia R.M. Tirto Adhi Soerjo, Calon Dokter Pilih Wartawan

RM Tirto Adhi Soerjo (Wikipedia)
RM Tirto Adhi Soerjo (Wikipedia)
0 Komentar

R.M. Tirto Adhi Soerjo adalah seorang pelopor pergerakan nasional yang menyusun bacaan-bacaan fiksi dan non-fiksi yang telah mendorong beberapa tokoh pergerakan seperti Mas Marco Kartodikromo, Soewardi Soerjaningrat, Tjipto Mangoenkoesoemo, Semaoen, Darsono dan lainnya untuk melakukan hal yang sama.

Mereka menghasilkan bacaan-bacaan populer yang terutama ditujukan untuk mendidik bumiputra yang miskin. Bacaan-bacaan yang mereka hasilkan merupakan ajakan untuk mengobati badan bangsanya yang sakit karena kemiskinan, juga jiwanya karena kemiskinan yang lain, kemiskinan ilmu dan pengetahuan.

Penyebaran gagasan dalam bentuk bacaan politik tersebut berkenaan dengan konsep pergerakan, sebagaimana ditegaskan oleh Marco pada tahun 1918. Tirto Adhi Soerjo juga sangat peduli dengan dunia usaha. Dia merupakan orang bumiputra yang mempunyai rumah cetaknya sendiri.

Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat

Rumah cetak tersebut diusahakannya dengan cara bekerja sama dengan Hadji Moehammad Arsjad dan Pangeran Oesman–NV Javaanche Boekhandel en Drukkerij en Handel in Schrijfboeten Medan Prijaji, yang kemudian disusul dengan berdirinya rumah cetak Insulinde yang sebagian besar dananya disokong oleh H.M. Misbach.

Rumah cetak Insulinde ini, antara lain, menerbitkan Mata-Gelap-nya Marco. Sebagai seorang penulis, R.M. Tirto Adhi Soerjo dikenal dengan tulisannya yang sering disebut sebagai bacaan politik yang kemudian di dalam dunia sastra disebut sebagai “bacaan liar”.

Ia adalah orang yang pertama kali merintis perlunya bacaan bagi rakyat Hindia yang tidak terdidik. Dia memulainya dengan menerbitkan artikel “Boycott” di surat kabar Medan Prijaji. Artikel “Boycott” dijadikannya senjata bagi orang-orang lemah untuk melawan para pemilik perusahaan gula.

Tindakan boikot pertama kali dilakukan orang-orang Tionghoa terhadap perusahaan-perusahaan Eropa, yang menolak permintaan mereka untuk memperoleh barang. Tindakan para pengusaha Eropa ini dibalas orang-orang Tionghoa dengan memboikot produk perusahaan Eropa sehingga hampir sekitar 24 perusahaan Eropa di Surabaya gulung tikar.

Makna dan nilai artikel “Boycott” sangat penting bagi produk penulisan bacaan yang menentang kediktatoran kolonial di masa selanjutnya. Artikel ini merupakan pendorong bagi or Bumiputra lainnya karena Tirto Adhi Soerjo menyadarkan bacaan-bacaan politik sangat diperlukan untuk membuka mata dan daya kritis Bumiputra yang selama itu dikungkung oleh cerita-cerita kolonial.

0 Komentar