Meski demikian, dia mengaku tidak takut akan ancaman tersebut. Menurut Soekarno, ancaman itu adalah bagian dari perjuangan yang dilakukannya.
“Setiap agitator dalam setiap revolusi tentu masuk penjara. Di mana saja, entah bagaimana caranya, entah kapan, di suatu tempat, tangan ganas dari hukum pasti akan menimpa pundakku,” kata dia.
Bung Karno juga percaya bahwa pada saatnya nanti perjuangan akan menemui kemenangan. Sementara lawan akan terjerembap dalam kehancuran.
Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat
Di bagian akhir bab tersebut, diceritakan tentang detik-detik penangkapan Soekarno oleh Belanda di rumah seorang pengacara, Suyudi, pada pukul 5 dini hari.
Kala itu, rumah Suyudi telah dikepung oleh 50 polisi bersenjata. Beberapa kali, petugas menggedor rumah Suyudi untuk menemukan Soekarno yang sedang tertidur.
Mereka juga menodongkan senjata api saat menangkap Soekarno.
Menghadapi penangkapan itu, Soekarno mengaku tenang dan sudah mempersiapkan diri. Meski demikian, dia masih merasa campur aduk dan perutnya terasa mual.
Soekarno ditahan di Rumah Penjara Banceuy
Pada bab berikutnya, yakni bab 10 berjudul “Penjara Banceuy”, mengisahkan penahanan Soekarno di Rumah Penjara Banceuy di Kota Bandung.
Penjara Banceuy adalah penjara kelas bawah yang dibangun pada abad ke-19. Tempatnya kumuh dan usang.
Narapidana yang ditahan di situ adalah tahanan politik dan tahanan “pepetek”, sebuah julukan yang ditujukan untuk orang desa.
Dalam penjara itu, Bung Karno digunduli dan disuruh mengenakan seragam tahanan berwarna biru.
Baca Juga:Pernah Ditolak Amerika Serikat, Kini Presiden Prabowo Subianto Menuju WashingtonPendukung Maccabi Tel Aviv Slogan Anti-Arab: Siapa Penyulut Amsterdam Rusuh?
Ia ditahan di kamar blok F yang terdiri dari 36 sel, di mana 32 di antaranya masih kosong.
Kini tempat tersebut telah diubah menjadi Monumen Penjara Banceuy.
Sekilas tentang buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia
Buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia memuat tentang kisah Soekarno mulai dari lahir hingga jatuh dari tampuk kekuasaan.
Mulanya, Bung Karno mengaku enggan menulis otobiografinya meski sudah diminta berkali-kali melalui petugas pers Istana Presiden, Nyonya Siel Rohmulyati.
Dia mengatakan, banyak wartawan yang datang kepadanya untuk menulis memoar.
Namun dia menolaknya. “Berapa kali aku harus mengatakan padamu T-I-D-A-K!! Pertama, aku tidak mengenalnya, dan lagi kalau pada suatu hari aku menulis riwayat hidupku, aku akan melakukannya dengan seorang perempuan. Sekarang pergilah jauh-jauh!” kata Soekarno kepada Rohmulyati.