Mulyono Meninggalkan Utang Selangit, Prabowo Babak Belur dan Terancam Lengser

Mulyono Meninggalkan Utang Selangit, Prabowo Babak Belur dan Terancam Lengser
Heru Subagia
0 Komentar

Menurut Chief Economist BSI Banjaran Surya Indrastomo mengatakan tahun depan , 2025 adalah jatuh tempo pembayaran surat utang negara sekitar Rp700 triliun per tahun dalam tiga tahun ke depan. Ditambah dengan pengeluaran rata-rata tahunan utang yang ditarik pemerintah sekitar Rp600 triliun, lantas pemerintah membutuhkan kebutuhan likuiditas sekitar Rp1.300 triliun per tahun.

“Dan ini yang membuat sebetulnya, kalau ini jatuh tempo, berarti harus di-replace. Kecuali memang rencananya ada pola-pola lain yang tidak perlu mengambil kepada dana yang beredar,” jelas Banjaran di Sharia Economic Outlook di Kantor Pusat BSI, Senin (23/12/2024).

Injak Rem Ekspansi Kredit

Menurut analisa ekonom senior, Ryan Kiryanto mengatakan bahwa secara umum, perbankan sedang memiliki “isu besar” terkait likuiditas. Hal ini terlihat dari posisi rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) perbankan yang mencapai 87,50% per Oktober 2024, menunjukkan bahwa likuiditas perbankan RI sudah ketat.

Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat

“Nah, itu jelas menunjukkan bahwa space atau ruang bank kita untuk lebih agresif ekspansi [kredit] semakin terbatas. Apalagi bank-bank yang memang memiliki stance yang konservatif. Konservatif itu adalah bankir-bankir yang nggak mau ngebut, nggak mau ngegas, nggak mau agresif. Dengan LDR di bank itu 80% ke atas, mereka pasti lebih prudent, lebih hati-hati artinya tidak terlalu bernafsu ya untuk ekspansi,” jelas Ryan saat ditemui di Jakarta Selatan, Jumat (20/12/2024).

Ambil contoh PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang dianggap “over-liquid”. Jika merujuk pada laporan keuangan BCA per kuartal III-2024, posisi LDR berada di 75,1% berada di bawah batas bawah Giro Wajib Minimum (GWM) LDR yang ditetapkan Bank Indonesia (BI), yakni 78%-92%.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Darmawan Junaidi juga menyoroti kondisi likuiditas tercatat tetap ketat di tengah penurunan suku bunga untuk mendorong biaya dana tetap tinggi. Alasannya, adanya Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang terus menawarkan yield tinggi.

Alhasil, pasar kini memiliki pilihan bukan hanya menempatkan dana di produk perbankan yang konvensional, tapi lebih kepada yield yang dijanjikan lebih tinggi.

0 Komentar