Pesan Natal Uskup Agung Jakarta: Agar Indonesia Menjadi 'Betlehem-Betlehem' Zaman Sekarang

Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo dalam ibadah Misa Pontifikal dalam rangka Natal 20
Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo dalam ibadah Misa Pontifikal dalam rangka Natal 2024 di Gereja Katedral Jakarta, Rabu, 25 Desember 2024. (Antara)
0 Komentar

DALAM perayaan Natal 2024, Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo memberi pesan tentang melayani rakyat secara tulus guna mewujudkan cita-cita kemerdekaan agar menjadi kenyataan, sesuai dengan tema “Marilah Sekarang Kita Pergi ke Bethlehem”.

Usai Misa Pontifikal di Katedral Jakarta, Rabu, Kardinal Suharyo mengatakan menurut keyakinan Kristiani, Bethlehem adalah tempat lahir Yesus, sosok yang datang untuk melayani, bukan dilayani.

“Harapan dari pesan Natal bersama itu adalah agar Indonesia menjadi “Bethlehem-Bethlehem” zaman sekarang. Yaitu, tempat lahirnya pemimpin-pemimpin yang tidak ingin dilayani, tetapi sungguh-sungguh ingin melayani seluruh bangsa kita,” ujarnya.

Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat

Dia menjelaskan tafsiran lebih dalam dari tema tersebut adalah untuk menyadari bahwa manusia pada dasarnya diciptakan untuk memuji dan memuliakan Allah. Selain perlunya pengungkapan memuliakan Tuhan, perlu juga diwujudkan, yakni melalui ibadah sosial, dan keberpihakan terhadap keadilan dan kebaikan bersama.

Dalam mengamalkannya, kata Kardinal Suharyo, terdapat lima pilar dalam ajaran sosial gereja, yang pertama adalah menghormati martabat manusia. Isu yang masih dihadapi terkait ini. Dia mencontohkan tindak pidana perdagangan orang dan orang-orang yang terjerat dalam judi daring.

“Yang kedua adalah kebaikan bersama. Itulah cita-cita kemerdekaan kita, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” katanya.

Menurutnya, hal tersebut juga dapat ditunjukkan dengan partisipasi lembaga-lembaga negara dalam memperjuangkan kebaikan bersama, dengan tidak terlibat dalam korupsi, suap, dan sebagainya.

Yang ketiga, kata Kardinal Suharyo, adalah solidaritas dan kesetiakawanan.

“Kalau saya ambil saja contoh yang selalu saya sampaikan kepada umat, angka stunting itu susah sekali dikurangi. Sementara sampah makanan yang dibuang itu semakin tahun semakin tinggi. Apakah itu namanya solidaritas?”, katanya.

Yang keempat, katanya, adalah memberi perhatian khusus bagi saudara saudari yang kurang beruntung. Hal tersebut dia nilai penting, karena masih banyak yang punya masalah, seperti tidak punya KTP, tidak bisa sekolah, terutama di ujung-ujung negeri.

Dia menambahkan yang kelima adalah keutuhan ciptaan. Masalah-masalah yang masih melanda, misalnya perubahan iklim yang membuat panen gagal serta membuat musim semakin tidak jelas.

0 Komentar