DI kota kecil Betlehem, Natal tahun ini hampir tidak terdengar. Pramuka Palestina berparade di jalan-jalan tetapi tanpa alat musik tradisional mereka seperti drum, terompet, dan alat musik tiup, tas pipa (bagpipe).
Tidak ada hitungan mundur yang meriah untuk menyalakan pohon Natal di alun-alun utama. Bahkan, tidak ada pohon Natal sama sekali.
Betlehem menghadapi Natal suram keduanya sejak pecahnya perang di Jalur Gaza. Ini membuat para pemimpin agama dan penduduk bergulat dengan cara merayakan hari raya itu sementara sesama warga Palestina terus terbunuh.
Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat
“Betlehem adalah ibu kota Natal. Ini seharusnya menjadi waktu terbaik tahun ini. Semua itu tidak terjadi karena kita sedang berkabung,” kata Pendeta Munther Isaac, pendeta Gereja Natal Lutheran Injili Betlehem, kepada NBC News, yang dirilis Rabu (25/12).
Di samping altar tempat Isaac menyampaikan khotbah, terdapat adegan Kelahiran Yesus yang tidak biasa. Untuk Natal kedua berturut-turut, bayi Yesus dibungkus dengan keffiyeh, syal tradisional Palestina, dan diletakkan di atas tumpukan puing.
Adegan itu berfungsi sebagai pengingat akan ribuan anak Palestina yang tewas dalam serangan Israel selama perang, kata Isaac. “Kami melihat Yesus dalam diri setiap anak yang ditarik dari bawah puing-puing di Gaza.”
Selain penderitaan di Gaza, Betlehem menghadapi tantangannya sendiri. Perekonomiannya sangat bergantung pada pariwisata, tetapi hanya sedikit pengunjung asing yang datang ke kota di Tepi Barat yang diduduki di tengah perang yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel.
Hal itu memperparah kesengsaraan ekonomi yang dimulai dengan pandemi covid-19 yang juga menghancurkan industri pariwisata. “Jujur saja, ini gurun,” kata Rony Tabash, yang keluarganya telah menjalankan toko suvenir di dekat Gereja Kelahiran Yesus selama hampir satu abad.
“Tidak ada peziarah, tidak ada turis.” Pada titik terburuk, ia mengatakan ia telah dua bulan tidak melakukan satu penjualan pun.
Sementara itu, tembok yang dibangun Israel mengelilingi sebagian Betlehem, memisahkannya dari Jerusalem dan menghambat pembangunan rumah serta pertumbuhan kota. Israel mengatakan tembok itu sebagai tindakan keamanan yang diperlukan untuk menghentikan bom bunuh diri. Namun pada 2004, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa tembok itu ilegal menurut hukum internasional.