Jejak De Indische Kerk: Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat Kota Salatiga

Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat Salatiga (Foto: Facebook GPIB Tamansari Salatiga)
Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat Salatiga (Foto: Facebook GPIB Tamansari Salatiga)
0 Komentar

Pada badan lonceng gereja tertera tulisan tahun 1828 yang mungkin menjadi tanda awal dari lonceng gereja tersebut digunakan.

Selama masa penjajahan dan kependudukan Jepang, Gedung gereja ini tidak digunakan sebagai tempat beribadah melainkan digunakan sebagai tempat untuk menyimpan senjata. Orang-orang Belanda dan orang lokal pada saat itu dilarang untuk melakukan ibadah.

Seiring berjalannya waktu dikarenakan setelah Indonesia merdeka Gedung tersebut tidak lagi digunakan dan hanya menjadi tempat untuk kepentingan tertentu. Maka untuk menghadapi situasi seperti itu Pdt. Probowinoto yang kebetulan saat itu menjabat menjadi Ketua DPRD Salatiga meyakinkan walikota Salatiga bahwa gereja tersebut bisa dilanjutkan sebagai tempat ibadah umat Kristen hingga saat ini.

Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat

Pada tanggal 27 mei 1951 dilakukan baptisan dan sidi pertama, namun terjadi sedikit kemunduran dan lain hal sehingga secara resmi Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat diresmikan pada tanggal 15 Februari 1956.

Informasi lain, dikutip dari buku Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Salatiga, bangunan yang sekarang dipakai untuk Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Tamansari ini pertama kali dibangun pada tahun 1823 sebagai gudang mesiu.

Pada waktu itu kondisi di sana masih berupa hamparan tanah yang luas, menyerupai alun-alun. Konon ini adalah sebagai ungkapan persaingan antara warga Belanda dan pribumi.

Bila orang pribumi punya alun-alun Kabupaten atau Kepatihan (sekarang Lapangan Pancasila). Maka orang Belanda pun punya alun-alun di pusat kota.

Pada awalnya Salatiga adalah sebagai kota militer sehingga ada beberapa fasilitas militer yang dibangun di Salatiga, salah satunya adalah gudang mesiu di tengah kota. Gudang mesiu ini didesain oleh seorang insinyur sipil, bukan seorang arsitek. Diharapkan gudang mesiu ini bisa bertahan lama seperti pada umumnya bangunan Belanda.

Namun pada tahun 1866 terjadi ledakan di gudang mesiu tersebut, sehingga akhirnya gudang mesiu tersebut dipindahkan dari pusat kota. Setelah tidak berfungsi sebagai gudang mesiu bangunan ini disulap menjadi gereja yang kemudian dikenal sebagai Indische Kerk.

Dan bangunan tersebut dilengkapi dengan menara kecil dengan lonceng buatan tahun 1828.

Baca Juga:Pernah Ditolak Amerika Serikat, Kini Presiden Prabowo Subianto Menuju WashingtonPendukung Maccabi Tel Aviv Slogan Anti-Arab: Siapa Penyulut Amsterdam Rusuh?

Pada tahun 1867 dilakukan renovasi kecil pada bangunan ini, di mana atap yang semula menggunakan seng diganti menjadi sirap kayu. Dalam renovasi ini juga dilakukan penyesuaian desain kusen pintu dan jendela ke gaya gotic yang meruncing ke atas.

0 Komentar