Jejak De Indische Kerk: Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat Kota Salatiga

Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat Salatiga (Foto: Facebook GPIB Tamansari Salatiga)
Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat Salatiga (Foto: Facebook GPIB Tamansari Salatiga)
0 Komentar

BANGUNAN di Salatiga tidak akan habis dengan cerita sejarahnya. Kota Salatiga, yang terkenal dengan keindahan alamnya, juga merupakan saksi bisu dari peristiwa-peristiwa sejarah penting, terutama pada masa penjajahan Hindia Belanda.

Bangunan-bangunan peninggalan masa lalu ini menciptakan nuansa khas kolonial di sekitar Jalan Diponegoro, menghubungkan Kota Salatiga dengan Kecamatan Tuntang di Kabupaten Semarang.

Gapura besar bertuliskan “Selamat Datang Di Kota Salatiga” menjadi pintu gerbang yang menyambut perjalanan dari Tuntang menuju Salatiga.

Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat

Di sepanjang Jalan Diponegoro, pemandangan kota yang kental dengan arsitektur kolonial Belanda terhampar.

Bangunan-bangunan seperti Istana Djoen Eng, SMP Stela, dan GPIB Salatiga menjadi saksi bisu masa lalu yang tak terlupakan. Salatiga pada masa lalu memang terbagi menjadi tiga kawasan besar.

Kawasan untuk orang Eropa terletak di sekitar Jalan Diponegoro yang dulunya dikenal sebagai Toentangscheweg. Orang China tinggal di Kalicacing atau Soloscheweg, sementara orang pribumi menempati kampung-kampung di luar kawasan tersebut.

Bangunan-bangunan bersejarah peninggalan Hindia Belanda, menjadi salah satu destinasi unik di pusat kota Salatiga. Salah satunya, Gereja Protestan Tamansari di Salatiga yang cukup dikenal di Jawa Tengah. Bagaimana tidak, gereja ini memegang predikat sebagai gereja paling tua yang ada di Salatiga.

Gereja ini pada awalnya bernama De Indische Kerk yang dibangun pada tahun 1823 digunakan sebagai tempat untuk beribadah keluarga besar Batalyon A II BG yang bermarkas di Jalan Ahmad Yani sekarang. Letak gereja ini dulunya terdapat sebuah tugu yang dilewati oleh kendaraan-kendaraan apabila kendaraan tersebut menuju Semarang ataupun Solo.

Tugu ini terletak persis di tengah jalan pada persimpangan dan untuk memperindah kota dibangunlah sebuah taman yang dikenal dengan Tamansari, maka dari situlah penamaan GPIB Tamansari mulai dikenal khalayak ramai.

Pada bagian atas setelah pintu masuk terdapat tulisan ‘‘Dit is niet dan een huis Gods en dit is de poorte des hemels“. Genesis 28:17b”. Artinya, Ini tidak lain adalah rumah Allah dan ini adalah gerbang surga“. Kejadian 28:17b).

0 Komentar