Slow Living di Kota Salatiga

Menikmati keindahan alam di Desa Banyu Putih, Salatiga
Menikmati keindahan alam di Desa Banyu Putih, Salatiga
0 Komentar

Masalahnya: kita pasti bisa.

Salatiga, salah satu kota yang terhimpit Semarang dan Surakarta. Namanya memang enggak terlalu terkenal dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Jawa Tengah. Jarang sekali ada yang menjadikan kota ini sebagai destinasi utama wisata. Padahal kota ini begitu menarik dan tenang.

Kota dengan luas 54,98 kilometer persegi ini memiliki slogan Salatiga Hati Beriman. Slogan ini bisa dijumpai di dekat Jalan Lingkar Selatan. Salatiga Hati Beriman merupakan akronim dari Sehat, Tertib, Bersih, Indah, dan Aman. Slogan tersebut nyatanya memang mewakili kota Salatiga yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan besar pada umumnya dan menjadikan kota kecil ini sebagai tempat slow living terbaik di Jawa Tengah.

Salatiga, kita enggak bakal tersiksa di jalan. Justru kota ini masih begitu asri dengan banyak pepohonan di pinggiran jalan. Udaranya pun masih terasa segar, beda banget dengan udara di kota sejenis Cirebon, Semarang atau Surabaya.

Baca Juga:Song Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar SuratPernah Ditolak Amerika Serikat, Kini Presiden Prabowo Subianto Menuju Washington

Kotanya yang kecil juga jauh dari kemacetan. Mobilitas penduduk di sini enggak tinggi seperti di kota-kota besar lainnya di Jawa Tengah. Salatiga seolah ditakdirkan bukan sebagai kota yang ramai, makanya cocok sekali untuk menerapkan slow living di sini.

Merasa tertarik untuk slow living?

Dilansir dari komunitas Slow Living London yang menerapkan gaya hidup tersebut, slow living merupakan konsep pola pikir milik seseorang yang menyusun gaya hidup yang lebih bermakna dan menyesuaikan dengan apa yang paling dia anggap berharga dalam hidup.

Artinya, orang yang menerapkan gaya hidup ini tidak akan beraktivitas atau bekerja terlalu cepat. Sebaliknya, mereka melakukan sesuai kecepatan yang dirasa mampu dilakukan.

Mereka akan memperlambat aktivitas, melakukan kegiatan lebih sedikit, dan memprioritaskan waktu yang melakukan hal-hal yang paling penting baginya.

Sebaliknya, slow living merupakan lawan dari gaya hidup hustle culture yang membuat orang-orang bekerja melebihi batas waktu dan tanpa berhenti untuk mencapai kesuksesan yang dituju.

Konsep slow living sendiri berasal dari Gerakan Slow Food di Italia pada 1986. Gaya hidup ini diprakarsai Carlo Petrini sebagai bentuk protes terhadap pembukaan gerai fast food di Roma. Gerakan ini mengusung pentingnya makanan berkualitas yang mempertahankan tradisi lokal dan mendukung kesejahteraan petani.

0 Komentar