Galeri Nasional Indonesia Batalkan Pameran Yos Suprapto, Ini Temuan LB Jakarta

Seniman asal Yogyakarta Yos Suprapto.
Seniman asal Yogyakarta Yos Suprapto.
0 Komentar

GALERI Nasional Indonesia membatalkan pameran tunggal perupa senior Yogyakarta, Yos Suprapto yang bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” di Gedung A Galeri Nasional beberapa menit sebelum pembukaan, pada Kamis malam, 19 Desember 2024.

Padahal, sudah banyak orang yang datang untuk melihat karya Yos dalam pameran yang rencananya akan berlangsung selama 20 Desember 2024-19 Januari 2025.

Pangkal pembatalan pameran ini, menurut Yos Suprapto, karena kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima dari 30 lukisannya diturunkan, tetapi ia menolak. Lima lukisan itu berhubungan dengan salah satu tokoh di Indonesia. Menurut Yos, jika lima lukisan itu diturunkan, maka ia akan membatalkan pameran secara keseluruhan dan membawa pulang seluruh lukisannya ke Yogyakarta.

Baca Juga:Slow Living di Kota SalatigaSong Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar Surat

“Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan,” kata Yos dalam pernyataannya.

Sementara itu, menurut Suwarno, ada dua karya yang menggambarkan opini seniman tentang praktik kekuasaan. Ia menyampaikan kepada Yos bahwa karya tersebut tidak sejalan dengan tema kuratorial dan berpotensi merusak fokus terhadap pesan yang kuat dan bagus dari tema pameran.

“Dua karya tersebut ‘terdengar’ seperti makian semata, terlalu vulgar sehingga kehilangan metafora, yang merupakan salah satu kekuatan seni dalam menyampaikan perspektifnya,” kata Suwarno.

Pembredelan ini ditanggapi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang direspons melalui lima temuannya. Mewakili LBH Jakarta, Pengacara Publik LBH Jakarta, Alif Fauzi Nurwidiastomo, mengungkapkan temuan tersebut.

Alif menyampaikan, temuan pertama adalah permintaan untuk menurunkan 5 karya seni rupa dan penundaan pameran tunggal Yos Suprapto merupakan bentuk represi ekspresi seni dalam menikmati hak atas kebebasan berekspresi sebagai individu dan warga negara.

“Berpendapat dan berekspresi merupakan HAM pada diri setiap orang yang terjamin dalam Pasal 28E ayat (2) UUD 1945, Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Kemudian, dalam instrumen HAM internasional terjadi pelanggaran Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” kata Alif, pada 21 September 2024, seperti dikutip kanal YouTube Jakarta Legal Aid.

0 Komentar