Gedung Putih AS menyatakan “lega” atas pencabutan deklarasi tersebut, menegaskan bahwa demokrasi adalah fondasi aliansi AS-Korea Selatan. AS sebelumnya mengaku tidak diberitahu sebelumnya mengenai rencana Yoon, dan menyatakan “keprihatinan serius” atas perkembangan situasi.
Deklarasi darurat militer ini telah memicu kritik tajam terhadap pemerintahan Yoon. Banyak pihak menilai langkah ini sebagai bentuk kudeta dan tindakan otoriter. Lembaga Hak Asasi Manusia Militer menyebut tindakan ini sebagai “pernyataan perang terhadap rakyat Republik Korea.”
Reputasi demokrasi Korea Selatan, yang selama ini dianggap stabil sejak era reformasi pada 1980-an, kini dipertanyakan. Beberapa pengamat membandingkan langkah Yoon dengan metode otoriter yang digunakan para diktator militer seperti Park Chung-hee dan Chun Doo-hwan.
Baca Juga:Song Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar SuratPernah Ditolak Amerika Serikat, Kini Presiden Prabowo Subianto Menuju Washington
Selain itu, langkah Yoon telah memperburuk hubungan dengan oposisi serta memicu krisis kepercayaan di dalam negeri dan komunitas internasional. Tingkat persetujuannya yang sebelumnya sudah rendah, kini diperkirakan akan makin menurun.
Peristiwa ini sekaligus menempatkan Korea Selatan dalam salah satu tantangan demokrasi terbesar sejak 1980-an, dengan pengamat internasional menilai langkah ini sebagai ancaman serius terhadap stabilitas politik dan ekonomi negara tersebut. (*)