Saksi Fakta Kasus Korupsi Timah: Kemitraan PT Timah dan Perusahaan Swasta Selamatkan Warga Bangka Belitung

Tiga terdakwa, yakni Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT (kiri), Suparta selaku Direktur Utama PT R
Tiga terdakwa, yakni Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT (kiri), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT (tengah) dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT (kanan), sedang menunggu sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipiko--
0 Komentar

SAKSI fakta dalam persidangan dugaan kasus korupsi timah atas terdakawa Harvey Moeis, Suparta, dan Reza mengungkapkan kemitraan kerja sama yang dilakukan PT Timah dan perusahaan swasta menyelamatkan banyak masyarakat.

Saksi Fakta Elly Agustina Rebuin mengatakan, pada tahun 2018 pemerintah melakukan moratorium produksi timah untuk perusahaan swasta. Hanya PT Timah yang dapat melakukakn produksi pada saat itu.

“2018 itu, yang selain PT Timah itu ada moratorium. Moratorium penghentian produksi pada smelter swasta-swasta itu, jadi pada saat itu sedangkan masyarakat kan mau makan. 2018 itu banyak masyarakat itu masih menambang,” kata Elly dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (25/11).

Baca Juga:Song Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar SuratPernah Ditolak Amerika Serikat, Kini Presiden Prabowo Subianto Menuju Washington

Saat moratorium terjadi, Elly menjelaskan, PT Timah melakukan pola kerja sama kemitraan dengan perusahaan swasta yang berbadan hukum untuk dapat membeli kemudian mengumpulkan timah dari masyarakat untuk dijual ke PT Timah.

“Karena saya rasa dengan konsep kerjasama itu, lebih sebagai malaikat lah istilahnya, malaikat artinya menyelamatkan rakyat-rakyat ini. Apalagi itu kan mereka (masyarakat) kan tidak tahu hukum Pak Hakim, yangg penting mereka bisa makan, bawa pulang buat makan gitu. Bagi mereka mau kerjasama atau enggak, yang pasti jangan sampai diselundup itu timah-timahnya, karena mereka tetap merah putih,” jelas Elly.

Elly menyebut, timah dari masyarakat tersebut dijual oleh masyarakat kepada perusahaan dalam bentuk CV yang memiliki badan hukum san membayar semua kewajiban dari negara.

“Karena CV itu kita sebut dengan pengepul dan berbadan hukum, membayar pajak, terus dia juga harus bayar pajak-pajak itu, kalau kita bilang hilirnya, dari pengepul ke smelter itu, itu sudah berbadan hukum,” ujar Elly.

Kehadiran CV ini memberikan dampak positif terhadap pembangunan Provinsi Bangka Belitung melalui pajak yang diberikan kepada daerah.

“Ya, yang penting ada pajak untuk biaya pembangunan Bangka Belitung sendir,” katanya.

Disisi lain, Elly membeberkan, masyarakat yang mendapatkan dampak positif dari adanya kerja sama kemitraan ini mempertanyakan kenapa pihak yang melakukan hal baik disalahkan oleh negara.

Baca Juga:Pendukung Maccabi Tel Aviv Slogan Anti-Arab: Siapa Penyulut Amsterdam Rusuh?Tom Lembong Diperiksa 10 Jam Terkait Surat Kebijakan Impor Gula

“Kerjasama ini kalau kita menjadi pertanyaan ya Pak Hakim, waktu kejadian penindakan, kenapa orang yang menjaga aset-aset negara kok disalahkan atau dipenjarakan. Itu sebenarnya pertanyaan di warung kopi banyak tersebar waktu itu, tapi kita kan enggak mau berhubungan dengan hukum,” ucapnya. (*)

0 Komentar