Di masa sekarang, Nini Thowong telah diolah menjadi sebuah kolaborasi antara ritual, performance, komoditas wisata, dan pembentukan kampung budaya.
Sejarah
Sejak zaman Keraton Mataram berkembang, karya Nini Thowong sudah ada dan disebut dengan Tothok Kerot karena menggunakan ubarampe yang berupa bathok kelapa (thothok: keras, kuat, sakti).
Sesuai dengan namanya, sangat logis jika seni spiritual Nini Thowong berupa permainan yang menggambarkan seorang gadis muda bermuka thowong yang sakti. Thowong mempunyai arti putih sekujur mukanya (Jawa, meblok-meblok).
Baca Juga:Song Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar SuratPernah Ditolak Amerika Serikat, Kini Presiden Prabowo Subianto Menuju Washington
Tokoh dari Nini Thowong merupakan sebuah peran yang dibuat-buat, seolah-olah hidup, memiliki nyawa, dan bermuatan gaib dengan kesan menakutkan tetapi juga memiliki unsur lucunya.
Kisah ini bermula ketika Panembahan Senapati selesai bertapa di tempuran Sungai Opak dan Sungai Oya, lalu beristirahat di daerah Pundong. Disitu dirinya menjadi peminta-minta, dan secara tidak sengaja melihat segerombolan anak-anak yang bermain boneka, lalu dia meminta minum kepada anak-anak tersebut tetapi tidak diberikan.
Setelah dirinya pergi, tiba-tiba terdengar anak-anak yang sedang bermain bersorak-sorak, dikarenakan bonekanya bergerak terus mengayun-ayun, mengikuti perjalanan Panembahan Senapati menuju ke tepi sungai, sekejap raja besar hilang dari pandangan.
Sejak kejadian itu, boneka tersebut tenang lagi dan orang tua menjadi lebih khawatir sehingga terlontar respon negatif seperti ucapan “engko digondhol nini-nini” agar anaknya tidak digoda makhluk halus. Namun anak-anak tersebut tetap bermain boneka tersebut, dan sampai sekarang ucapan nini-nini itu oleh mereka dinamakan Nini Thowong.
Konotasi hantu sebagai makhluk yang menyeramkan lama-kelamaan berubah menjadi hal yang menyenangkan dikarenakan bisa diajak berkomunikasi. Karya seni berupa seni pertunjukan ini yang memuat unsur ritual mengemban nilai spiritual yang amat tinggi.
Masyarakat pada saat itu mulai berkenalan dengan dunia roh yang berawal dari main-main sebagai hiburan belaka dengan cara mengundang roh dalam bentuk orang-orangan yang disebut jalangkung atau jailangkung.
Lalu sesepuh desa sepakat untuk mewujudkan seni jalangkung menjadi seni spiritual yang disebut Nini Thowong, yang dikaitkan dengan peristiwa tragis yang ada di desa tersebut. Sekarang Nini Thowong sudah menjadi seni tradisi yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat setempat.