Bunyi kesepakatan yang kemudian menjadi sorotan ada di paragraf kedua. “Kedua belah pihak mencapai pemahaman bersama yang penting mengenai pembangunan bersama wilayah klaim yang tumpang tindih dan sepakat untuk membentuk Gabungan Antar Pemerintah Komite Pengarah untuk menjajaki dan memajukan kerja sama yang relevan berdasarkan prinsip ‘saling menghormati, kesetaraan, saling menguntungkan, fleksibilitas, pragmatisme, dan musyawarah mufakat,’ sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Tak disebut secara gamblang wilayah mana yang disengketakan itu. Namun, ada petunjuk lain di paragraf terakhir poin itu: “Kedua belah pihak menegaskan kembali komitmen mereka terhadap implementasi Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Cina Selatan (DOC) secara penuh dan efektif, dan kesimpulan awal kode etik (COC) berdasarkan pembangunan konsensus, sehingga dapat bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan.” Tak ada soal UNCLOS 1982 dalam kesepakatan dengan Cina tersebut.
Pernyataan ini krusial karena sejumlah hal. Pertama, secara resmi sedianya tak ada wilayah yang disengketakan oleh Cina dan Indonesia. kendati demikian, Cina sejak lama mengeklaim bahwa hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan masuk wilayah mereka dalam peta imajiner yang disebut “Sembilan Garis Putus-Putus”. Belakangan, garis putus-putus itu ditambah menjadi sepuluh garis. Ujung paling selatan dari peta imajiner itu mendekati Laut Natuna Utara di wilayah Indonesia.
Baca Juga:Song Jae-rim Ditemukan Meninggal Penyebab Kematian Belum Terkonfirmasi, Ada 2 Lembar SuratPernah Ditolak Amerika Serikat, Kini Presiden Prabowo Subianto Menuju Washington
Saat membuat peta garis putus-putus pada 1947, Cina belum menentukan koordinat yang presisi terkait jangkauan geografis klaim Cina. Namun, Direktorat Studi Perbatasan Cina di Akademi Ilmu Sosial Cina, yang melakukan riset sejak 1993 sejak 2015 sedianya Cina telah menentukan titik geografis Sepuluh Garis Putus-Putus.
Dari riset pusat studi itu, garis itu bersinggungan dengan 1,5 juta kilometer persegi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejumlah negara ASEAN yang mengacu pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS). Dari jumlah itu, ada seluas 50 ribu kilometer persegi wilayah tumpang tindih antara wilayah yang diklaim Cina dengan dengan ZEE Indonesia.
Meski begitu, Indonesia tak pernah secara resmi mengajukan diri sebagai pihak yang bersengketa dalam klaim tersebut. Di ASEAN, hanya Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina yang menantang klaim Cina.