MANTAN Menko Polhukam Mahfud MD menanggapi soal kasus impor gula yang menyeret Menteri Perdagangan era Presiden Joko Widodo, Thomas “Tom” Trikasih Lembong. Mahfud menilai penetapan Tom Lembong sebagai tersangka telah sesuai dengan undang-undang.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan tindakan korupsi tak hanya soal adanya aliran dana yang diterima Tom Lembong. Akan tetapi, ketika Tom Lembong turut memperkaya orang lain dan korporasi lain yang ditunjuk maka dikategorikan korupsi.
“Tom Lembong tidak ada korupsinya karena tidak ada aliran dana ke Tom Lembong. Tidak bisa. Di dalam hukum korupsi itu tidak harus ada aliran dana. Rumusnya itu memperkaya diri atau memperkaya orang lain, termasuk perusahaan-perusahaan yang diberi lisensi. Kalau itu dapat keuntungan secara tidak wajar, korupsi. Unsur pertama terpenuhi,” kata Mahfud di Jakarta, Rabu (6/11).
Baca Juga:Tom Lembong Diperiksa 10 Jam Terkait Surat Kebijakan Impor GulaProfil Erintuah Damanik, Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur
“Unsur kedua, dengan cara melanggar hukum, melanggar aturan yang sudah ditemukan. Dan tentu lalu dihitung kerugian negara atas ini semua berapa. Kalau itu tidak ada debat bahwa unsurnya nampaknya sudah terpenuhi untuk Tom Lembong itu jadi tersangka,” ujarnya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Menteri Perdagangan era Presiden Joko Widodo, Thomas “Tom” Trikasih Lembong, dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia Charles Sitorus sebagai tersangka kasus impor gula. Penetapan tersangka dilakukan setelah melalui pemeriksaan.
Tom ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sedangkan Charles di Rutan Salemba cabang Kejagung. Menurut Harli, perkara tersebut sudah disidik sejak Oktober 2023.
Ia menegaskan, tidak ada unsur politisasi dalam penahanan Tom Lembong. “Dalam perkara ini setidaknya ada 90 orang saksi yang sudah diperiksa,” ujar dia.
Tom dan Charles dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)