Memilih Menyelamatkan Industri Tekstil Dalam Negeri atau Membuka Investasi Asing Masuk ?

PT Sri Rejeki Isman alias Sritex
(sumber: dinsos pemerintah kab bojonegoro)
0 Komentar

Selain PT Indo Bharat Rayon, PT. Sritex diketahui juga pernah digugat oleh salah satu krediturnya yang lain, yaitu CV Prima Karya pada Senin, 19 April 2021 lalu. Gugatan tersebut tertuang dalam nomor perkara 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg.

Namun, pada saat itu, PT. Sritex dan tiga anak usahanya, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya masih diberi kesempatan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang hingga 45 hari sejak putusan. Hakim juga menunjuk dan mengangkat hakim pengawas pada PN Semarang untuk mengawasi proses penundaan pembayaran tersebut.

Pendapatan PT. Sritex Menurun Drastis

Menurut manajemen PT. Sritex melalui Direktur Keuangan Welly Salam mengakui bila pendapatan perusahaan menurun drastis. Kendati demikian, mengakui pendapatan Sritex menurun akibat pandemi Covid-19 dan persaingan industri global. Bahkan, lanjutnya, pandemi dan persaingan dagang tersebut mengakibatkan penurunan pendapatan secara signifikan.

Baca Juga:Profil Erintuah Damanik, Hakim yang Vonis Bebas Ronald TannurPolda NTT Tegas PTDH Terhadap Ipda Rudy Soik Tidak Terkait Mafia BBM di Kupang

Serta Kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan gangguan supply chain (rantai pasok) dan juga penurunan ekspor, karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat di kawasan Eropa dan Amerika Serikat.

Selain itu juga dijelaskan bahwa penurunan pendapatan perusahaan dilatarbelakangi oleh adanya suplai tekstil yang berlebihan dari Cina. Akibatnya, terjadi praktik dumping (menjual barang di luar negeri dengan harga lebih murah), khususnya tekstil yang mentargetkan negara di luar Eropa dan Cina, yang melonggarkan aturan impornya, tidak menerapkan bea masuk anti-dumping, tidak ada tariff barrier (hambatan tarif) maupun non-tariff barrier, yang dilakukan Pemerintah Indonesia.

Dampak Perekonomian Kabupaten Sukoharjo & Tenaga Kerja di Jawa Tengah

Dengan serapan tenaga kerja mencapai 50.000 tenaga kerja, maka PT. Sritex dan anak usaha Sritex memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap perekonomian di daerah tersebut. Perusahaan yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah tersebut merupakan salah satu tulang penyangga perekonomian setempat.

Pada tahun 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Sukoharjo sebesar Rp46,52 triliun. Angka ini 8,74% lebih tinggi dibandingkan 2022.

Industri tekstil, seperti PT. Sritex, juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar di Jawa Tengah. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah menunjukkan jumlah tenaga kerja di industri tekstil mencapai 94.732 orang pada 2020. Jumlah tersebut setara dengan 5% dari total pekerja di Jawa Tengah.

0 Komentar