PENULIS meyakini bahwa pada saat ini idealnya kepemimpinan Prabowo Subianto lebih menguntungkan melakukannya manifesto politik apa yang disebut dengan Demokrasi Terpimpin.
Usulan ini dinilai rasional ketika bangsa Indonesia secara menyeluruh membutuhkan panutan, contoh dan juga manifesto politik secara komprehensif.
Demokrasi Terpimpin yang bercirikan terjadinya sentralisasi kekuasaan. Dengan begitu pemimpin negara memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan atau mengendalikan proses politik dan juga melakukan eksekusinya.
Baca Juga:Profil Erintuah Damanik, Hakim yang Vonis Bebas Ronald TannurPolda NTT Tegas PTDH Terhadap Ipda Rudy Soik Tidak Terkait Mafia BBM di Kupang
Dalam demokrasi terpimpin, pemimpin dipandang sebagai mediator atau penghubung antara rakyat dan pemerintah. Dan sudah jelas jika legacy Presiden terpilih diperintahkan untuk bekerja dan memutuskan tampa adanya keraguan.
Urgensi Penerapan
Penulis percaya bahwa dinamika politik, ekonomi dan juga situasi politik internasional saat ini dalam ketegangan dan persaingan ketat. Situasi ini menuntut kepemimpinan nasional yang kuat dan responsif.
Apa yang menjadi koordinasi dan kendali serta implementasi sebuah pemerintahan yang efektif dan efisien menjadi keharusan untuk memberikan perlindungan, pelayanan dan juga indoktrinasi kepada rakyatnya dan juga dalam pergaulan masyarakat internasiona.
Stabilitas Ekonomi Mendesak
Pada akhirnya Prabowo harus berani mengambil gaya kepemimpinan dalam poros utama demokrasi terpimpin. Keputusan tersebut diyakini sangat berhubungan percepatan target politik 100 hari kerja pemerintah PRABOWO – GIBRAN .
Adapun keuntungan-keuntungan yang diraih dalam dinamika demokrasi terpimpin ini yang pertama adalah stabilitas dan kondisi politik dalam negeri akan solid stabil dan mudah dikontrol dengan demikian perselisihan pertentangan dan dinamika politik yang tidak produktif yang membuang waktu dan juga membuang energi masyarakat dapat dihindari dan dilenyapkan.
Dari sisi ekonomi, Indonesia saat ini dalam situasi sangat mengkhawatirkan terutama kekuatan perekonomian dalam negeri. Indonesia saat iki sedang dilanda deflasi secara berturut-turut 5 bulan terakhir.
Gejala ini menunjukkan bagaimana terjadi malapetaka ekosistem ekonomi makro, daya beli masyarakat terus terperosok. Ditambahkan jug terjadinya sebagai defisit anggaran berjalan pada tahun 2025 ini kurang lebih sekitar Rp 360 triliun.
Baca Juga:Selamat Hari Radio Republik IndonesiaUMKM Dirugikan, Menkominfo Sebut Aplikasi TEMU Bahaya, Jangan Masuk ke Indonesia
Fakta ini menjadi beban yang harus diperhitungkan. Beban keuangan di tahun 2025 semakin menggila karena harus menanggung hutang. Aspek ekonomi bahwa di tahun 2025 nanti hutan jatuh tempo Indonesia sekitar Rp 800 triliun.