THE Hannibal Directive atau Arahan/Perintah Hannibal adalah perintah yang dikeluarkan oleh militer Israel. Tujuannya mencegah penculikan tentara Israel dengan menggunakan tembakan gencar untuk menghentikan para penculik, meskipun itu dapat melukai atau membunuh mereka yang diculik.
Arahan ini telah digunakan selama operasi Israel selama dua dekade terakhir tetapi telah diawasi ketat sejak serangan 7 Oktober dan perang Israel di Jalur Gaza, Palestina. Investigasi surat kabar Israel Haaretz pada Juli 2024 melaporkan bahwa tentara Israel menggunakan arahan tersebut ketika Hamas menyerang Israel selatan, menewaskan sekitar 1.139 orang.
Lebih dari 250 tentara, warga sipil, dan warga negara asing juga diculik dan dibawa ke Gaza setelah serangan itu. Namun penggunaan arahan tersebut, diduga, mengakibatkan kematian warga sipil dan tentara Israel.
Baca Juga:Polda NTT Tegas PTDH Terhadap Ipda Rudy Soik Tidak Terkait Mafia BBM di KupangSelamat Hari Radio Republik Indonesia
Di sini, Middle East Eye melihat sejarah dan penggunaan arahan tersebut.
Mengapa Hannibal Directive dibuat?
Arahan tersebut awalnya ditulis pada 1986 oleh Komando Utara tentara Israel. Hal ini sebagian mencerminkan bahwa secara historis Israel lebih memilih tindakan militer daripada negosiasi untuk mengamankan pembebasan sandera Israel, seperti pada pembantaian Ma’alot pada Mei 1974 dan pembajakan Entebbe pada Juli 1976.
Hal ini didorong setelah tentara Israel diculik dan dibawa ke Libanon selama 1980-an dan banyak tahanan Palestina yang dibebaskan untuk mengamankan pembebasan mereka. Pada Juni 1982, Israel menginvasi Libanon. Musim panas itu, Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), yang didirikan oleh Ahmed Jibril, berhasil menculik beberapa tentara Israel dalam insiden terpisah.
Pada Februari 1985, Israel, di bawah pemerintahan persatuan nasional yang dipimpin oleh Shimon Peres, mulai menarik diri dari Libanon. Tiga bulan kemudian, setelah berbulan-bulan negosiasi, Perjanjian Jibril disetujui dengan PFLP.
Tiga tentara Israel–Yosef Grof, Nissim Salem, dan Hezi Shai–akan dibebaskan sebagai ganti 1.150 tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel. Para tahanan Palestina itu termasuk Sheikh Ahmed Yassin, pendiri Hamas.
Apa reaksi terhadap Perjanjian Jibril?
Pemerintah Israel meloloskan kesepakatan itu hampir tanpa pertentangan, tetapi kesepakatan itu memicu perdebatan publik tentang harga mahal yang dibayarkan oleh negara karena pembebasan begitu banyak tahanan Palestina.