BADAN Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan bahwa tindakan kriminal yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka tidak dikategorikan sebagai aksi terorisme. Direktur Perangkat Hukum Internasional BNPT Imam Subekti di Manokwari, Papua Barat, Kamis (17/10/2024), mengatakan penanganan OPM atau kelompok kriminal bersenjata (KKB) berbeda dengan penanganan terorisme.
“BNPT menganggap OPM bukan kelompok terorisme sehingga penanggulangan mereka tidak menerapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” ujarnya saat memberikan sosialisasi terkait radikalisme dan terorisme kepada perempuan dan pelajar di Manokwari.
Dalam melakukan penanganan OPM, kata Imam, pemerintah memberlakukan penegakan hukum pidana seperti biasa dan menugaskan aparat kepolisian karena mereka sering melakukan aksi-aksi kriminal, seperti pembunuhan, penganiayaan berat dan menggunakan senjata api. “Meskipun begitu, aksi-aksi OPM atau KKB terus diwaspadai oleh negara dan terus mendapat perhatian serius dari pemerintah,” ujarnya.
Baca Juga:Polda NTT Tegas PTDH Terhadap Ipda Rudy Soik Tidak Terkait Mafia BBM di KupangSelamat Hari Radio Republik Indonesia
Menurut Imam, aksi terorisme merupakan perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas. Ia menambahkan aksi terorisme biasanya menimbulkan korban yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.
Sedangkan aksi yang dilakukan OPM lebih bersifat lingkup sektoral dan hanya terjadi secara lokal di wilayah Papua, tidak terjadi di semua daerah. “Paham terorisme yang ada di wilayah Indonesia kebanyakan pengaruh-pengaruh dari luar negeri, kebanyakan mereka terpapar lewat internet,” jelas Imam Subekti.
Untuk mengantisipasi dan mencegah berkembangnya paham terorisme, lanjut Imam, BNPT memanfaatkan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang ada di 34 provinsi, termasuk di Papua Barat, guna memberi edukasi kepada masyarakat sesuai kriteria daerah masing-masing. “Langkah dan upaya pencegahan intoleransi, radikalisme dan terorisme lebih baik dibanding langkah penindakan maupun penegakan hukum,” imbuhnya. (*)