Dengan mengalihdayakan sebagian operasinya kepada kelompok-kelompok ini, Iran dapat memperluas jangkauannya di dunia maya tanpa harus menghadapi konsekuensi langsung di panggung internasional. Meskipun hubungan antara Iran dan proksi sibernya masih belum jelas, tidak diragukan lagi bahwa entitas-entitas ini beroperasi dengan persetujuan diam-diam, jika bukan arahan langsung dari negara Iran.
Integrasi AI ke dalam persenjataan siber Iran juga telah meningkatkan ancaman global yang ditimbulkan oleh operasinya. Dengan menggunakan algoritma pembelajaran mesin dan teknologi AI lainnya, peretas Iran kini mampu melaksanakan serangan siber yang lebih canggih dengan presisi dan kerahasiaan yang lebih tinggi. Ini termasuk penggunaan AI untuk membuat email phishing yang lebih meyakinkan, memanipulasi opini publik melalui situs berita palsu, dan bahkan membuat video deepfake yang dirancang untuk mempengaruhi hasil politik.
Perkembangan ini menambah lapisan baru kompleksitas pada strategi siber Iran, membuatnya lebih sulit bagi musuh untuk mendeteksi dan mempertahankan diri dari serangan-serangannya.
Baca Juga:Polda NTT Tegas PTDH Terhadap Ipda Rudy Soik Tidak Terkait Mafia BBM di KupangSelamat Hari Radio Republik Indonesia
Strategi siber Iran didasarkan pada konsep pertahanan ke depan, yang bertujuan untuk menetralkan ancaman sebelum mencapai perbatasan Iran. Doktrin ini telah berkembang menjadi pendekatan hibrida yang menggabungkan operasi siber ofensif dan defensif, memungkinkan Iran untuk memproyeksikan kekuatan di luar negeri sambil melindungi infrastruktur digitalnya sendiri dari serangan asing.
Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), yang memainkan peran sentral dalam operasi siber Iran disebut telah mengadopsi strategi keamanan yang dikenal sebagai “Pertahanan Mosaik.” Pendekatan ini didasarkan pada taktik perang asimetris yang dirancang untuk memperlambat dan mengganggu agresor potensial, mencerminkan ketidakpercayaan mendalam Iran terhadap kekuatan asing.
Meskipun struktur organisasi di balik operasi siber Iran masih belum jelas, terlihat jelas bahwa berbagai entitas pemerintah terlibat. Entitas-entitas ini bertanggung jawab atas berbagai kegiatan, mulai dari melakukan spionase siber hingga menyebarkan propaganda yang mendukung pemerintah Iran. Meskipun pembagian tanggung jawab masih kabur, jelas upaya siber Iran dinilai terkoordinasi dengan baik dan melayani tujuan yang lebih luas dari kebijakan luar negeri dan domestiknya.
Pembunuhan Mayjen Qassem Soleimani pada tahun 2020 menandai titik balik dalam operasi siber Iran. Setelah kematiannya, Iran meningkatkan serangan sibernya, terutama terhadap Amerika Serikat dan sekutunya, sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk menunjukkan ketangguhan dan keunggulan teknologinya. Serangan-serangan ini tidak hanya berfungsi sebagai tindakan balasan tetapi juga sebagai cara untuk membangun pencegahan dengan menunjukkan kemampuan Iran untuk membalas melalui cara-cara non-tradisional.