KEMAMPUAN teknologi siber Iran dilaporkan telah berkembang pesat selama beberapa dekade terakhir. Teknologi tersebut dinilai menjadi komponen utama dalam strategi geopolitik Iran yang lebih luas.
Dalam beberapa tahun terakhir, Teheran semakin fokus pada perang siber, sering beroperasi di bawah bayang-bayang kekuatan global besar, dikutip dari Micheal Mieses, Noelle Kerr, Nakissa Jahanbani dalam artikelnya bertajuk Artificial Intelligence Is Accelerating Iranian Cyber Operations yang diterbitkan lembaga keamanan nasional Lawfaremedia.org, Rabu (9/10/2024).
Pendekatan rahasia tersebut dinilai merupakan bagian dari upaya Iran untuk mendapatkan keunggulan asimetris di kancah internasional, di mana konfrontasi militer langsung mungkin tidak selalu menjadi pilihan yang layak. Aktivitas siber Iran dinilai telah meluas ke berbagai domain, termasuk spionase, sabotase, dan perang informasi, dengan penggunaan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI) yang semakin memperluas jangkauan dan dampak operasinya.
Baca Juga:Polda NTT Tegas PTDH Terhadap Ipda Rudy Soik Tidak Terkait Mafia BBM di KupangSelamat Hari Radio Republik Indonesia
“Salah satu insiden paling menonjol dari agresi siber Iran terjadi pada akhir Juni dan awal Juli, ketika peretas Iran dilaporkan mencuri informasi sensitif dari kampanye presiden Donald Trump dan menyerahkannya kepada tim Joe Biden,”dikutip dari laporan tersebut.
Tindakan ini, dikonfirmasi oleh badan intelijen Amerika Serikat seperti FBI dan Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA). Operasi tersebut menyoroti kemampuan yang semakin meningkat dari para operator siber Iran. Kemampuan siber Iran dinilai terus berkembang terutama kesediaan mereka untuk campur tangan dalam pemilihan asing, dengan tujuan mempengaruhi hasil politik yang dapat menguntungkan kepentingan strategis mereka.
“Ketergantungan Iran pada perang siber adalah bagian dari strategi asimetris yang lebih besar, termasuk memanfaatkan cara-cara non-konvensional untuk menantang musuh yang lebih kuat.”
Negara ini semakin sering beralih ke domain digital untuk melakukan operasi yang dapat meningkatkan pengaruh strategisnya tanpa harus menghadapi konfrontasi militer langsung. Operasi-operasi ini sering kali melibatkan kombinasi peretasan, kampanye disinformasi, dan spionase siber, yang menargetkan infrastruktur penting, institusi pemerintah, dan entitas politik di seluruh dunia.
Seiring pengembangan keahlian siber Iran, dunia dinilai menyaksikan munculnya bentuk baru perang hibrida, di mana batas antara taktik militer konvensional dan operasi digital semakin kabur. Penggunaan proksi siber oleh Iran, yaitu kelompok atau individu yang beroperasi sesuai dengan tujuan geopolitiknya, merupakan dimensi lain dari strategi sibernya. Proksi-proksi ini memungkinkan Iran untuk melakukan serangan siber sambil menjaga keberpihakan yang masuk akal, karena aktivitas mereka sering kali sulit dilacak langsung ke pemerintah Iran.