Hal yang memberatkan adalah berbelit-belit dalam memberikan keterangan saat persidangan. “Pada saat perbuatan terjadi dilakukan secara sadar dan menyadari merupakan norma larangan yg ada pada aturan kode Etik Polri,”ungkapnya.
Selain itu juga selama pemeriksaan sidang berlangsung, Ipda Rudy Soik tidak kooperatif dan bahkan Ipda Rudy Soik keluar dari ruangan sidang di saat pembacaan tuntutan dan tidak bersedia mendengarkan tuntutan dan putusan.
Ipda Rudy Soik telah melakukan perbuatan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri berupa melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar operasional prosedur, ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak dengan melakukan pemasangan garis polisi (Police Line) pada drum dan jerigen yang kosong di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar beralamat di Kelurahan Alak dan Fatukoa.
Baca Juga:Selamat Hari Radio Republik IndonesiaUMKM Dirugikan, Menkominfo Sebut Aplikasi TEMU Bahaya, Jangan Masuk ke Indonesia
“Tempat dilakukan pemasangan garis polisi (Police Line) tidak terdapat barang bukti dan bukan merupakan peristiwa tindak pidana dan dalam tindakan tersebut tidak didukung dengan administrasi penyelidikan,“ kata Arisandy.
Sementara itu, Ipda Rudy pun mengaku terkejut dengan keputusan itu. Dia mengaku dirinya dipecat karena memasang garis polisi di tempat penampungan BBM ilegal di Kota Kupang.
Padahal, yang dilakukannya merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan. Itu pun atas perintah pimpinannya yakni Kepala Kepolisian Resor Kupang Kota Komisaris Besar Polisi Aldinan Manurung.
“Bagi saya keputusan PTDH sesuatu yang menjijikkan,” katanya. (*)