Media Sosial dan Kesehatan Mental Gen Z di Era Digital

Ilustrasi
Ilustrasi
0 Komentar

“The beauty of social media ini tentunya yang membuat kita saling terkoneksi, kemudian hal-hal positif yang tidak kita dapatkan dari dunia nyata di sekitar kita tapi bisa kita pelajari dari sosial media.”

Di sisi lain, paparan konten media sosial yang negatif dapat mengajarkan anak-anak pada perilaku tidak terpuji. Mereka akan membandingkan dirinya dengan kondisi orang lain, terdistraksi dari kegiatannya, dan akhirnya kecanduan media sosial.

Dian menjelaskan, melalui media sosial, kita cenderung melihat dari perspektif orang ketiga. Akibatnya, kita jadi lebih sensitif terhadap opini orang lain, terpengaruh oleh standar mereka, dan berusaha agar tidak ketinggalan.

Standar Media Sosial yang Tidak Realistis

Baca Juga:Selamat Hari Radio Republik IndonesiaUMKM Dirugikan, Menkominfo Sebut Aplikasi TEMU Bahaya, Jangan Masuk ke Indonesia

Sayangnya, standar-standar yang dipopulerkan di media sosial acap kali tidak realistis sehingga tentu sulit, jika bukan mustahil, untuk diraih.

Aurora Ardina Fawwaz, salah satu peer counselor dari layanan konseling Kita Teman Cerita (KTC) di Universitas Diponegoro, membagikan pengalamannya dan teman-teman sebayanya yang mengalami gejala kecemasan berlebih akibat tidak dapat mengikuti standar-standar yang ditampilkan di media sosial.

“Media sosial menciptakan standar-standar. Di Instagram, banyak yang share tentang pencapaiannya, gaya hidup, lalu fisik ideal yang bagus seperti apa. Hal-hal ini yang membuat Gen Z menjadi cemas,” kata Aurora.

Sebagai bagian dari Gen Z, Aurora paham betul bagaimana itu semua memberikan tekanan pada diri sendiri.

“Ketika tidak bisa memenuhi standar itu, [orang] merasa ada yang salah dengan dirinya, apakah dia menjadi orang yang gagal. Nah ini juga menyebabkan kecemasan berlebih atau merasa tertinggal,” lanjutnya.

Aurora mengajak sesama Gen Z agar mengutamakan kesejahteraan mental dan lebih bijak bermedia sosial, “Kita perlu memilih konten yang baik untuk kita. Lalu konten yang buruk, yang bisa memberikan dampak yang negatif ke kita, lebih baik di-skip saja.”

Meski begitu, mereka yang sudah telanjur larut dalam kesedihan dan kecemasan terkadang kesulitan keluar dari masalahnya sendirian. Diperlukan bantuan dan dukungan dari orang-orang terdekat.

0 Komentar