STAF perusahaan smelter PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), Elly Kohari, menyebut pihaknya menyetorkan sejumlah uang ke perusahaan money changer atau penukaran uang milik terdakwa kasus dugaan korupsi timah Helena Lim, yaitu PT Quantum Skyline Exchange (QSE). Pengeluaran itu dicatat sebagai biaya koordinasi.
Hal ini terungkap dalam sidang kasus dugaan korupsi timah dengan terdakwa Helena Lim (Manager Marketing PT Quantum Skyline Exchange), Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (eks Direktur Utama PT Timah), Emil Ermindra (bekas Direktur Keuangan PT Timah), dan MB. Gunawan (Direktur PT Stanindo Inti Perkasa).
Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) menunjukkan bukti pengeluaran kas PT SBS. “Nah, di sini dituliskan, di dalam bukti pengeluaran kas itu, adalah biaya koordinasi Februari 19, US$100 ribu @Rp 14.015. Ini maksudnya seperti apa?” tanyanya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 25 September 2024.
Baca Juga:Selamat Hari Radio Republik IndonesiaUMKM Dirugikan, Menkominfo Sebut Aplikasi TEMU Bahaya, Jangan Masuk ke Indonesia
Elly lantas menjawab bahwa ia diperbolehkan oleh mendiang Juan Setiadi Widjaya. Juan adalah pemilik PT Sariwiguna Bina Sentosa selain Robert Indarto yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini.
“Jadi, mengikuti perintahnya beliau,” ujar Elly.
JPU lalu bertanya kembali, “instruksi dari Pak Juan tadi Ibu catat kembali ke dalam bukti pengeluaran kas itu ya?”
“Iya,” ujar Elly.
Jaksa kemudian menanyakan apakah pengeluaran tersebut untuk biaya koordinasi. Elly menjawab ia tidak tahu persis maksudnya, tapi instruksi Juan seperti itu.
“Ini sumber untuk membayar ke PT QSE tadi disampaikan dari?” tanya JPU.
Elly menjawab, “dana dari kerja sama sewa smelter timah”.
Biaya koordinasi juga pernah dikemukakan oleh karyawan PT SBS lain bernama Imelda. Menurut Elly, Imelda adalah staf Robert Indarto di Jakarta.
“Jadi seperti yang tadi kita perlihatkan, ada lampirannya dapat email dari Imelda ‘dear Ci Elly, minta tolong diproses biaya koordinasi US$ 100 ribu dengan rate Rp 14.015,” ujar Jaksa.
Kasus dugaan korupsi tata niaga timah di PT Timah Tbk periode 2015-2022 tengah bergulir di pengadilan. Perkara ini diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 atau Rp 300 triliun.
Baca Juga:Jokowi: Tanggal Pelantikan 20 Oktober, Saat Itu Bapak Prabowo Milik Seluruh Rakyat Indonesia Bukan GerindraRapat Pengesahan PKPUI Pilkada 2024 Dipercepat, Komisi II DPR: Percepatan Dilakukan agar Tak Ada Prasangka
Angka ratusan triliun itu berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 28 Mei 2024. BPKP menghitung kerugian ekologi dan ekonomi lingkungan, serta pemulihan lingkungan yang mungkin timbul dari kasus ini. (*)