PERSPEKTIF kasus Vina Cirebon sangat luas. Tidak saja dari hulu ke hilir dalam aspek normatif dan hukum acara, tetapi juga berkelindan aspek sosial, kekuasaan, keadilan dan kebenaran.
Ketua Perhimpunan Dosen Ilmu Hukum Indonesia Dr M Solehuddin SH MH yang juga dosen Ahli Hukum Pidana Universitas Bhayangkara, Surabaya, Jawa Timur mengungkapkan, bahwa kasus Vina Cirebon ini menjadi perhatian luas sleuruh guru besar ilmu hukum di Indonesia. Peristiwa yang menimpa Vina dan Eky ini pun bahkan digelar dalam seminar khusus.
“Saya sebutkan saja, bahwa kasus Vina Cirebon ini memperoleh perhatian seluruh guru besar ilmu hukum di Indonesia. Kasus ini memaksa seluruh guru besar (sekitar 100-an) meninjau kembali ilmu hukum yang telah dipelajari selama ini,” tutur Solehuddin saat menjadi saksi ahli pada lanjutan sidang PK (Peninjauan Kembali) enam terpidana kasus Vina Cirebon.
Baca Juga:Selamat Hari Radio Republik IndonesiaUMKM Dirugikan, Menkominfo Sebut Aplikasi TEMU Bahaya, Jangan Masuk ke Indonesia
Solehuddin menjelaskan, pekan lalu, ada seratus guru besar ilmu hukum dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia berkumpul di Surabaya. “Kebetulan saya dan tim selaku penyelenggara. Judul seminar itu “Bedah Total Kasus Vina Cirebon”. Jadi, kasus ini, mendapat perhatian luar biasa seluruh guru besar ilmu hukum,” tutur dia.
Menurutnya, dari kasus Vina Cirebon ini, ada persoalan sangat mendasar yang menyangkut prinsip-prinsip hukum dalam konteks kenegaraan dari Indonesia. Kata dia, dari kasus Vina, ada pertanyaan sangat mendasar. Apakah kita masih sebagai negara hukum atau sudah benar-benar menjadi negara kekuasaan?
“Para guru besar berkesimpulan, kasus Vina Cirebon ini merupakan masalah hukum paling rumit dan berat. Terjadi dugaan kekeliruan dari hulu sampai ke hilir yang sangat jarang ditemui pada kasus-kasus hukum lainnya,” ucapnya.
Hal ini, kata dia, karena perspektif kasus Vina Cirebon sangat luas. Tidak saja dari hulu ke hilir dalam aspek normatif dan hukum acara, tapi juga berkelindan aspek sosial, kekuasaan, keadilan dan kebenaran. (*)