KASIR di bagian keuangan PT Stanindo Inti Perkasa, Yulia memberikan kesaksian dalam persidangan kasus dugaan korupsi di sektor timah.
Yulia dihadirkan karena ada dakwaan bahwa PT SIP mengalirkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar Rp 600 juta dan Rp 1 miliar yang diduga sebagai gratifikasi.
Dalam dakwaan, disebutkan bahwa dana tersebut diberikan oleh Komisaris PT SIP, Suwito Gunawan, kepada Harvey Moeis, perwakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT). Namun, Yulia mengatakan bahwa ia tidak bisa memastikan bagaimana dana tersebut diteruskan ke Harvey Moeis.
Baca Juga:Selamat Hari Radio Republik IndonesiaUMKM Dirugikan, Menkominfo Sebut Aplikasi TEMU Bahaya, Jangan Masuk ke Indonesia
” Saya tidak bisa memastikan apakah dana Rp 600 juta tersebut ditransfer ke Helena melalui PT Quantum Skyline atau ke PT Mekarindo Abadi Sentosa (yang bukan milik Helena),” jelas Yulia.
Yulia juga menyampaikan hal serupa mengenai aliran dana Rp 1 miliar. Ia menambahkan bahwa ia tidak mengetahui alasan pengiriman dana tersebut dan tidak memiliki bukti transfer untuk transaksi itu.
Dalam persidangan, keterangan Yulia mengungkapkan bahwa total dana CSR dari PT SIP bukanlah Rp 2,1 miliar seperti yang tertera di dakwaan, melainkan hanya Rp 1,6 miliar.
PT Stanindo Inti Perkasa adalah salah satu dari lima perusahaan smelter swasta yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi sektor timah. Dakwaan menyebutkan bahwa Harvey Moeis, yang memprakarsai kerja sama sewa peralatan pemrosesan timah, meminta smelter untuk menyisihkan sebagian keuntungan sebagai uang pengamanan.
Jaksa menyatakan bahwa uang pengamanan tersebut diperlakukan seolah-olah dana CSR dengan dua cara: pertama, diserahkan langsung kepada Harvey Moeis, dan kedua, ditransfer ke rekening money changer PT Quantum Skyline Exchange atau money changer lain yang ditunjuk terdakwa Helena Lim.
Menurut jaksa, dana CSR dari smelter swasta yang ditampung Helena di PT QSE berasal dari PT Stanindo Inti Perkasa dalam tiga kali transfer, dengan total Rp 2,1 miliar. (*)